WASHINGTON, (Panjimas.com) — Jumlah wartawan yang terbunuh karena pekerjaan jurnalistiknya pada tahun ini meningkat hampir dua kali lipat, demikian menurut laporan yang dirilis oleh Committee to Protect Journalists (CPJ), Rabu (19/12) lalu.
Hingga 14 Desember, tercatat 53 wartawan tewas pada tahun 2018. Dari jumlah tersebut, 34 di antaranya menjadi korban pembunuhan, dikutip dari Anadolu Agency.
Angka tersebut naik dari tahun lalu dengan hanya 18 wartawan yang dibunuh karena pekerjaan mereka.
CPJ juga memasukkan pembunuhan wartawan dan kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi dalam daftar pembunuhan tersebut dan menjatuhkan kesalahan pada kurangnya kepemimpinan internasional dalam hal keselamatan jurnalis.
Jurnalis dan kolumnis Washington Post itu terbunuh setelah memasuki Konsulat Saudi di Istanbul pada awal Oktober.
Setelah awalnya mengatakan bahwa dia meninggalkan konsulat hidup-hidup, berminggu-minggu kemudian pemerintah Saudi mengakui bahwa dia terbunuh di sana.
Sementara itu, Majalah Time pekan lalu menobatkan Khashoggi bersama dengan wartawan lainnya, termasuk wartawan Reuters Kyaw Soe Oo dan Wa Lone yang dipenjara di Myanmar, sebagai “Person of the Year”.
Uni Eropa juga menghadapi masalah dengan keselamatan jurnalis, seperti Jan Kuciak, seorang wartawan investigasi yang menyelidiki korupsi di Slovakia, ditembak mati bersama tunangannya pada Februari.
Komite tersebut juga masih menyelidiki kematian Viktoria Marinova, yang diperkosa, dipukuli dan dicekik sampai mati di Bulgaria pada Oktober.
Afghanistan masih menjadi negara yang paling berbahaya bagi wartawan, menurut laporan CPJ.
Sebanyak 13 wartawan tewas di sana pada 2018, jumlah terbanyak sejak komite itu mulai melacak kematian wartawan pada 1992.
Peningkatan ini disebut CPJ sebagai sebuah krisis dalam dunia jurnalisme dan mengatakan bahwa konteks untuk krisis bervariasi dan kompleks dan terkait erat dengan perubahan dalam teknologi yang memungkinkan lebih banyak orang melakukan kegiatan jurnalistik.
“Teknologi juga telah membuat jurnalis terbuang dari kelompok politik dan kriminal yang pernah membutuhkan media berita untuk menyebarkan pesan mereka,” jelasnya.[IZ]