JAKARTA (Panjimas.com) – Pimpinan Pusat Muhammadiyah menilai tindakan Pemerintah China yang melakukan kekerasan dan penindasan terhadap Muslim Uyghur di Xinjiang, adalah bentuk perbuatan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan hak asasi manusia yang dijamin PBB.
“Apapun alasannya, Pemerintah Tiongkok tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan bagi masyarakat yang lemah dan tidak berdosa yang semestinya dilindungi,” kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nasir dalam pernyataan sikapnya yang diterima Panjimas.com, Rabu (19/12) malam.
Oleh karenanya, Muhammadiyah mendesak PBB dan OKI untuk segera menggelar pertemuan darurat membahas masalah Uyghur.
“Dan mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan internasional. PBB dan OKI memiliki tanggungjawab besar dalam menciptakan perdamaian dan mencegah segala bentuk kekerasan di belahan dunia manapun,” tutur Haedar.
Tidak hanya itu, Muhammadiyah juga mendorong Pemerintah Indonesia untuk melakukan upaya-upaya diplomatik sesuai prinsip politik bebas dan aktif untuk menciptakan perdamaian dunia dan menegakkan hak asasi manusia di atas nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan.
Demi Muslim Uyghur, Haedar Nasir menyatakan, siap menggalang dukungan kemanusiaan dan material untuk perdamaian di Xinjiang.
Namun demikian, Muhamadiyah pun tetap meminta Pemerintah China dan Dubes China untuk Indonesia agar memberikan penjelasan yang sebenarnya kepada masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam.
“Sikap diam Pemerintah Tiongkok dikhawatirkan dapat mengganggu hubungan diplomatik kedua negara dan hubungan persahabatan masyarakat Indonesia dengan Tiongkok yang selama berabad lamanya terbina dengan baik,” pungkas Haedar.
Seperti diketahui, sejak 2014, sedikitnya ada tujuh bentuk penindasan yang dilakukan Pemerintah China terhadap Muslim Uyghur di Xinjiang.
Di antaranya ialah melarang memberi nama bayi dengan nama-nama Islami. Kaum Muslimin di Uyghur diancam jika melakukan hal itu, pemerintah tidak akan memberikan akses layanan kesehatan dan pendidikan.
Selain itu, Muslim Uyghur juga dipaksa menyerahkan seluruh barang yang bernuansa Islami, seperti sajadah, Al-Qur’an, dan simbol-simbol Bulan dan Bintang. Pemerintah China menilai bahwa Al-Qur’an mengandung konten yang ekstrim.
Muslim Uyghur juga dipaksa meninggalkan agamanya dengan menyanyikan lagu-lagu Partai Komunis, memakan daging Babi, meminum alkohol.
Bahkan, laki-laki Muslim pun dilarang memelihara jenggot. [DP]