JAKARTA, (Panjimas.com) — Pimpinan Pusat Muhammadiyah turut angkat bicara mengenai tindak kekerasan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang, China. Dalam surat pernyataan bernomor 526/PER/I.0/I/2018 yang diterbitkan pada tanggal 12 Rabiul Akhir 1440 Hijriah atau bertepatan dengan 19 Desember 2018, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir menyatakan sebagai berikut.
“Sehubungan dengan banyaknya pemberitaan media massa nasional dan internasional tentang kekerasan yang dialami masyarakat Uighur, di Provinsi Xinjiang, Pimpinan Pusat Muhammadiyah menyatakan:”
Pertama, Jika kekerasan yang diberitakan oleh media massa dan lembaga-lembaga hak asasi manusia dan internasional benar adanya, maka pemerintah Tiongkok telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan perikemanusiaan dan hak asasi manusia universal yang dijamin Perserikatan Bangsa-Bangsa. Apapun alasannya, pemerintah Tiongkok tidak dibenarkan melakukan tindakan kekerasan bagi masyarakat yang lemah dan tidak berdosa yang semestinya dilindungi. Pemerintah Tiongkok, sebaiknya melakukan pendekatan politik yang elegan dan berorientasi pada kesejahteraan terhadap mereka yang dianggap melakukan aksi separatisme.
Kedua, Menghimbau kepada pemerintah Tiongkok untuk membuka diri dengan memberikan penjelasan yang sebenarnya mengenai keadaan masyarakat Uighur dan bekerjasama dengan lembaga-lembaga internasional untuk mengatasi berbagai masalah dan tindakan yang bertentangan dengan kemanusiaan. Penjelasan yang faktual akan memperkecil berbagai opini dan kesimpangsiuran wacana.
Ketiga, Mendesak kepada PBB dan OKI untuk mengadakan pertemuan darurat membahas masalah Uighur dan mengambil tindakan yang diperlukan sesuai dengan ketentuan internasional. PBB dan OKI memiliki tanggung jawab besar dalam menciptakan perdamaian dan mencegah segala bentuk kekerasan di belahan dunia manapun.
Keempat, Agar pemerintah Indonesia segera melakukan langkah-langkah diplomatik sesuai prinsip politik bebas dan aktif untuk menciptakan perdamaian dunia dan menegakkan hak asasi manusia di atas nilai-nilai perikemanusiaan dan perikeadilan.
Kelima, Agar Duta Besar Tiongkok untuk Republik Indonesia segera memberikan penjelasan yang sebenarnya kepada masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Islam, melalui Ormas-Ormas Islam. Sikap diam Pemerintah Tiongkok dikhawatirkan dapat mengganggu hubungan diplomatik kedua negara dan hubungan persahabatan masyarakat Indonesia dengan Tiongkok yang selama berabad lamanya terbina dengan baik.
Keenam, Muhammadiyah siap menggalang dukungan kemanusiaan dan material untuk perdamaian di Xinjiang, khususnya bagi masyatakat Uighur.
Ketujuh, Menghimbau kepada masyarakat Indonesia, khususnya umat Islam, agar menggalang solidaritas untuk Uighur tetap mengedepankan kesantunan, perdamaian, dan tetap menjaga kerukunan di antara semua elemen masyarakat Indonesia.[IZ]