YOGYAKARTA (Panjimas.com) — Kebesaran hati umat Islam di Kelurahan Purbayan, Kotagede Yogyakarta yang mengizinkan jenazah Albertus seorang umat Katolik untuk dimakamkan di TPU Muslim menuai pujian.
Warga Purbayan mengizinkan Albertus dimakamkan di TPU Muslim Jambon, dan warga hanya meminta agar Tanda Salib besar di Makam Albertus tersebut dipotong. Permintaan tersebut kemudian disetujui oleh keluarga Albertus.
Namun makam Albertus yang memiliki nama lengkap Albertus Slamet Sugiardi, umat agama Katolik ini di pemakaman Jambon RT 53 RW 13 Kelurahan Purbayan, Kotagede Yogyakarta ini kemudian seperti berusaha dipolitisir oleh pihak-pihak tertentu.
Pihak tertentu seperti mau memberi Framing bahwa Albertus telah didzalimi oleh umat Islam di Purbayan, hanya karena tanda salib yang menancap di pusara Albertus -seperti pusara umat Katolik umumnya- yang dikuburkan pada 17 Desember 2018 itu dalam kondisi terpotong bagian atasnya sehingga hanya membentuk seperti huruf ‘T’, padahal pemotongan ini sudah disepakati oleh keluarga Albertus.
Tokoh masyarakat Purbayan Kotagede yang mengetahui kronologi pemotongan tanda salib makam warga Katolik itu, Bedjo Mulyono menuturkan di komplek pemakaman itu seluruhnya memang makam warga muslim.
“Awalnya saat jenazah pak Slamet mau dikuburkan di situ, oleh warga diperbolehkan meski beliau bukan non muslim, dengan catatan makamnya dipinggirkan,” kata Bedjo di kampungnya, Selasa, 18 Desember 2018.
Karena ini TPU Muslim, warga meminta tidak ada simbol-simbol Nasrani terpasang di pusara Slamet. “Karena komplek pemakaman itu mau dibuat warga jadi makam muslim,” ujarnya.
Namun, kata Bedjo, karena dari pihak keluarga Albertus Slamet sudah terlanjur membawa simbol tanda salib untuk ditancapkan ke pusara itu. Akhirnya oleh warga dan pelayat tanda salib itu dipotong dengan cara digergaji. “Pemotongan salib itu atas kesepakatan warga dengan keluarga almarhum,” ujar Bedjo yang juga mantan Ketua RW 13 itu.
Bedjo mengatakan kesepakatan untuk menggergaji tanda salib itu awalnya tak tertulis. Namun karena peristiwa pemotongan salib itu viral, kata dia, kemudian dari pihak keluarga yang diwakili istri Albertus Slamet, yakni Maria Sutris Winarni baru pada hari ini membuat surat pernyataan tertulis yang menyatakan bahwa pihak keluarga besar Slamet telah ikhlas untuk menghilangkan simbol Kristiani atas saran pengurus makam, tokoh masyarakat dan pengurus kampung.
Surat pernyataan bermaterai itu ditandatangi oleh istri almarhum Slamet, Bedjo Mulyono selaku tokoh masyarakat kampung, Ketua RT 53 Sholeh Wibowo, dan Ketua RW 13 Slamet Riyadi.
Bedjo berdalih pihaknya sadar jika konstitusi menjamin kebebasan warga untuk melaksanakan agama dan kepercayaannya masing-masing. “Tapi kalau warga kampung tidak mendukung bagaimana? Daripada memicu konfllik,” ujarnya.
Menurut Bedjo, di RW 13 ada 150 kepala keluarga. Adapun keluarga yang memeluk agama Nasrani ada tiga kepala keluarga, termasuk keluarga Slamet.
Ketua RT 53 Soleh Rahmad Hidayat mengatakan, komplek pemakaman itu sebenarnya memang sebenarnya komplek umum. Namun dalam waktu dekat akan diarahkan menjadi makam khusus muslim.
Menanggapi pemotongan salib itu, Soleh membenarkan memang warganya yang mendesak tak ada simbol Nasrani di pemukiman itu. Alasannya karena di lingkungan itu mayoritas muslim.
“Pemotongan salib itu sudah kesepakatan keluarga, permintaan warga kampung, dan aturannya memang begitu, ya sudah memang harus begitu, apa adanya,” ujarnya.
Pihak keluarga Slamet sendiri enggan diwawancara untuk kasus soal makam yang menimpanya itu. Karena itu sungguh aneh apabila peristiwa ini mau digoreng, apalagi diberi framing warga Muslim di Purbayan intoleran, dan berbagai tuduhan lainnya. Karena faktanya mereka telah memberikan izin Jenazah Albertus dimakamkan di TPU mereka. **