SOLO, (Panjimas.com) — Pada Sabtu (15/12) lalu, Australia melalui pernyataan Perdana Menteri Scott Morrison menyatakan secara resmi mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel. Menanggapi kebijakan Australia tersebut, Ketua Komisi 1 DPR RI Dr. Abdul Kharis Almasyhari menilai langkah Australia sama seperti sekutunya Amerika Serikat, turut membuka kotak pandora krisis Timur Tengah yang kian meruncing hingga melampaui batas kemanusiaan.
Abdul Kharis mengatakan, saat ini terdapat 128 negara menentang langkah Amerika Serikat yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, termasuk Indonesia.
Hal itu, lanjut Abdul Kharis, jelas sekali menunjukan sikap arogan Australia yang tidak menghormati resolusi PBB untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah, khususnya di Palestina.
“Saya mengutuk dan mengecam langkah Australia yang tidak menghormati putusan Sidang Darurat Majelis Umum PBB, bagaimana kami akan menghormati langkah Anda jika Anda tidak menjalankan dan menerima keputusan seakan kami 128 negara tidak ada,” tegas Abdul Kharis.
Lebih lanjut, Abdul Kharis mengingatkan sikap abstain Australia dalam pengambilan keputusan resolusi yang lalu, dan kini mengekor langkah sepihak AS yang memindahkan kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem jelas mengganggu perdamaian dunia yang selama ini diperjuangkan.
“Saya kira Australia bersama AS telah melewati garis merah batas perdamaian di Palestina dan kawasan Timur Tengah yang merupakan langkah awal kehancuran bagi perdamaian yang mereka sendiri menggagasnya. Perlawanan akan semakin masif, semua negara Islam bersama Palestina dan 128 negara yang lain juga. Australia itu tetangga dekat kita namun menusuk rasa kemanusiaan yang sama-sama kita perjuangkan”, tuturnya, dikutip dari laman resmi Fraksi PKS.
Bagi Anggota DPR RI asal Fraksi PKS ini kemerdekaan Palestina adalah amanah konstitusi yang harus dijalankan semua pemimpin Republik ini.
“Sesuai pembukaan UUD 1945 Indonesia akan selalu di depan dalam perdamaian dunia dan kemerdekaan suatu bangsa sudah jelas menjadikan Palestina sebagai arus isu utama dalam kebijakan luar negeri senafas dengan konstitusi kita,” tandasnya.[IZ]