LONDON, (Panjimas.com) — London didaulat menjadi tuan rumah Festival Palestina terbesar 2018 dengan lebih dari 3.000 pengunjung yang hadir dalam berbagai pertunjukan, pameran dan bazar yang menampilkan seni, budaya, dan sejarah Palestina.
Perhelatan rangkaian acara yang diselenggarakan oleh kelompok “The Biggest Palestine Festival” itu diadakan selama dua hari setiap tahunnya di sebuah pusat pameran yang menampung hingga 30 kios serta menyelenggarakan pertunjukan musik, konferensi, ceramah dan berbagai pameran seni.
“Palestina menjadi identik dengan politik dan konflik dan setiap kali Anda melihat Palestina disebutkan dalam berita, semuanya semata-mata tentang konflik dengan Israel dan pendudukan ilegal yang terjadi di wilayahnya” pungkas Sasha, seorang mahasiswa pascasarjana berusia 23 tahun yang merupakan warga keturunan Palestina.
“Festival ini menunjukkan bahwa Palestina dan rakyatnya jauh lebih dari itu. Palestina memiliki budaya dan sejarah yang sangat kaya, Palestina yang disayangi, bukan hanya oleh rakyatnya, tetapi juga oleh banyak orang dan kami tidak akan membiarkan penindasan zionis menjatuhkan kami,” imbuhnya.
Di antara banyak kegiatan yang dilakukan, peserta terlihat sangat menikmati makanan tradisional Palestina seperti Falafel, Kunafe, Humous dan Foul serta mendengarkan berbagai musik dan tarian Palestina seperti tarian Dabkah.
Festival Palestina di London ini juga menampilkan penyair dan seniman yang memberikan penjelasan yang emosional tentang penindasan yang dialami sehari-hari oleh jutaan warga Palestina di wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat.
Seniman seperti Zakaria Haj Khalil, Yahya Hawwa, Rami El Hindi dan Omar Al Saeidi mampu menarik perhatian ratusan orang dan menampilkan berbagai musik , puis dan, dan kata-kata indah.
“Ini adalah senjata terkuat yang kita miliki orang Palestina,” ujar Omar, seorang pengunjung dari Luton, dilansir dari Anadolu Agency.
“Budaya dan sejarah kita akan hidup lebih lama dari partai politik, politisi dan gerakan politik, selama orang Palestina mengingat budaya dan sejarah mereka, Israel tidak akan pernah bisa mengalahkan kita,” tukasnya.
Di antara beberapa konferensi yang diadakan, satu di antaranya secara khusus dinamakan “Konferensi Palestina Inggris” dan menjadi tuan rumah sebuah diskusi panel hak asasi manusia yang dihadiri sejumlah aktivis politik dan profesor dari berbagai universitas di Inggris.
Alih-alih membahas kondisi politik Palestina saat ini, diskusi yang secara rutin diadakan pada konferensi ini berfokus pada seni dan budaya serta keterampilan pemuda yang berasal dari Palestina.
“Pemuda Palestina menemukan cara baru untuk melawan pendudukan,” pungkas Laila, seorang aktivis berusia 22 tahun.
“Dengan meningkatkan dan mempromosikan budaya dan seni Palestina, kami menunjukkan kepada pasukan zionis bahwa kami memiliki senjata yang lebih kuat dari seluruh pasukan Anda!”, tandasnya.
Festival ini berlangsung hingga Ahad 16 Desember dan terbuka untuk semua pengunjung secara gratis.[IZ]