JAKARTA (Panjimas.com) – Koordinator Subkomisi Pemajuan Hak Asasi Manusia Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyebutkan, bahwa setiap tahun, 50% pengaduan yang diterima pihaknya sejak 2016 hingga 2018 ditujukan kepada pihak kepolisian.
Tercatat pada 2016 aduan yang diterima Komnas HAM dari masyarakat yang ditujukan kepada pihak kepolisian berjumlah sekitar 3.000.
“Terus 2017 ada 1.700. 2018 sampai bulan Oktober, kemarin sekitar 850an ke atas pengaduan. Artinya kan’ itu laporannya hampir 50 persen setiap tahun,” ujar Beka seperti dikutip Tribunnews di kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhari, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/12).
Oleh karenanya, Komnas HAM mendorong agar pihak kepolisian bekerja berdasarkan prinsip dan Hak Asasi Manusia.
Termasuk mendorong akuntabilitas, agar publik mengetahui, bagaimana kerja aparat dan operasional di lapangan dalam penegakkan hukum mengatasi situasi darurat.
Untuk itu, ucap Beka, Komnas HAM meluncurkan buku saku kepada kepolisian pada tahun ini, khususnya satuan Brimob.
Seperti dilansir Tribunnews, buku saku “HAM Brimob”, merupakan salah satu instrumen yang menjadi panduan bagi seluruh personel Brimob dalam menjalankan tugasnya agar sejalan dengan kewajibannya menghormati, melindungi dan memenuhi HAM.
“Kami meluncurkan buku saku kepada pihak kepolisian karena memang data yang masuk ke Komnas HAM, pengaduan itu paling banyak diajukan adalah kepolisian jadi kami punya kewajiban paling tidak supaya tren pengaduan terhadap kopolisian itu menurun,” kata Beka.
Buku saku “HAM Brimob” berisikan mengenai standar HAM, pengertian dasar HAM, serta sistem konstitusi di Indonesia.
Kemudian, tugas dan wewenang kepolisian. Beka menyontohkan, misal saat aparat sedang menjinakkan bom atau kemudian menangkap terduga teroris, seperti apa langkah-langkahnya.
“Apakah ada pemberitahuan lebih dulu, disiksa boleh atau tidak, keluarganya diberi informasi soal penangkapan atau tidak, seperti itu contoh-contoh konkret dari buku saku itu,” ucap Beka. [DP]