JAKARTA (Panjimas.com) –Dalam rangka hari Hak Asasi Manusia yang jatuh pada Senin (10/12), Komite Nasional untuk Solidaritas Rohingya (KNSR) kembali menggelar aksi di depan Kedutaan Besar Myanmar di Jakarta. Aksi ini merupakan lanjutan aksi yang di gelar pada Rabu (5/12) kemarin. Kini, tak hanya diadakan dengan berorasi di depan kedubes Myanmar saja, KNSR dan berbagai elemen masyarakat lainnya juga akan melakukan aksi di depan kantor Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) Jakarta.
Gelaran ini dilakukan karena sampai saat ini belum ada respons dari PBB maupun Myanmar mereaksi kekerasan dan pengusiran terhadap etnis Rohingya di tanahnya sendiri. Presiden KNSR Syuhelmaidi Syukur mengatakan jika KNSR maupun Indonesia bukan berarti memusuhi Myanmar. “Kami hanya menuntut Myanmar untuk menyelesaikan kekerasan terhadap Rohingya dan memberikan keadilan bagi etnis Rohingya” tegasnya, Senin (10/12).
Adapun tuntutan yang diminta KNSR kepada Myanmar ialah menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk memperjuangkan HAM Rohingya di sidang dewan PBB. Selain itu, Indonesia juga diminta untuk memutus hubungan diplomatik dengan Myanmar jika tidak menghentikan kekerasan ini. “Kalau Indonesia tegas menolak hubungan dengan Israel karena menjajah Palestina, lalu apa bedanya dengan Myanmar terhadap Rohingnya,” tambah Syuhelmaidi.
Saat ini, Tim Pencari Fakta utusan PBB telah mengantongi bukti kekerasan oleh enam jendral di balik pembantaian etnis Rohingya. Adapun enam orang itu ialah Jenderal Senior Min Aung Hlaing, Wakil Jenderal Senior Soe Win, Letnan Jenderal Aung Kyaw Zaw, Mayor Jenderal Maung Maung Soe, Brigadir Jenderal Aung Aung dan Brigadir Jenderal Than Oo. “Kami sangat mendesak PBB untuk mengadili orang yang paling bertanggung jawab itu,” jelas Syuhelmaidi.
Berdasarkan data Kantor Berita Perancis, AFP, kekerasan terhadap Rohingya yang terjadi pada 25 Agustus 2017 silam saja sudah memakan korban tewas lebih dari 1000 orang. Sedangkan lebih dari 270ribu orang melarikan diri ke Banglades. Angka ini jauh berbeda dengan jumlah yang dirilis pemerintah Myanmar yang hanya 400 orang.
Sedangkan dari rilis Medecins Sans Frontieres (MSF) mengungkapkan setelah satu bulan pascakekerasan Agustus 2017 itu, 6.700 orang diperkirakan tewas. Jumlah tersebut didapatkan setelah hasil survey kepada pengungsi Rohingya di Banglades. Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) mengatakan jika lebih dari 723ribu etnis Rohingya meninggalkan tanahnya sendiri untuk mengungsi.
Pada aksi siang hari ini, Senin (10/12), KNSR juga menuntut untuk dibukanya akses pengiriman bantuan kemanusiaan. Peserta aksi juga diminta membuat surat kepada Duta Besar Myanmar berupa protes dan tuntutan kekerasan dan genosida terhadap Rohingya. “Kami juga mendesak dikeluarkannya resolusi PBB untuk penghentian pelanggaran HAM luar biasa oleh Myanmar,” ungkap Sekretaris Jendral KNSR Ibnu Khajar.
Dalam aksi di depan Kantor Perwakilan PBB Jakarta, turut pula hadir penyair dan sastrawan Taufiq Ismail. Ia membacakan puisi dengan judul Di Mana Tenggelamnya Dunia yang ditujukan untuk setiap kekerasan yang ada di dunia ini. “Puisi ini sebagai dukungan terhadap Rohingya untuk mendapatkan keadilan, juga di bangsa-bangsa lain yang tertindas,” ungkap Taufiq, Senin (10/12). (des)