JAKARTA (Panjimas.com) — Pengurus Pusat Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) menyatakan keprihatinannya atas kejadian yang mengakibatkan tewasnya para pekerja dan masyarakat sipil di wilayah Nduga, Papua.
“Kami turut berduka yang mendalam kepada semua keluarga korban yang ditinggalkan. Harapan kami, peristiwa serupa tidak boleh terjadi lagi di kemudian hari,” kata Ketua Umum PPAD, Kiki Syahnakri dalam siaran pers yang diterima Panjimas.
PPAD menegaskan, bahwa yang melakukan aksi tersebut bukan Kelompok Kriminal Bersenjata, tetapi Gerombolan Separatis Bersenjata (GSB) Organisasi Papua Merdeka.
”Sepatutnya tidak lagi disebut sebagai Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) sebagaimana penyebutannya selama ini. Karena tujuan mereka jelas untuk memisahkan diri dari NKRI, sudah terorganisasikan sebagai organisasi militer dan sering melakukan aksi-aksi kekerasan bersenjata,” pungkas Kiki.
Kehadirannya GSB OPM, lanjutnya, sudah dapat dikategorikan sebagai pemberontakan bersenjata terhadap NKRI, dan memenuhi syarat disebut sebagai kelompok kombatan yang patut ditumpas secara militer.
Mengingat akar masalahnya adalah keadilan sosial, PPAD mendorong Pemerintah untuk menangani masalah Papua secara terpadu, dilakukan oleh semua pemangku kepentingan. Filosofi yang secara prinsip harus dipegang adalah “Memenangkan Hati dan Pikiran Rakyat Papua”.
Penangan terhadap GSB-OPM sepatutnya diserahkan kepada TNI sebagai pengendali utama, dibantu oleh Polri dalam hal penegakan hukumnya. Operasi TNI harus dilakukan secara terukur berdasarkan Hukum Humaniter dan Azas Operasi Lawan Gerilya, dengan mengutamakan upaya perlindungan terhadap semua masyarakat sipil yang ada di Papua, terutama di daerah-daerah yang dinilai rawan ancaman bersenjata.
PPAD juga mendorong pemerintah untuk mendayagunakan Satuan Zeni TNI dalam melanjutkan pembangunan infrastruktur didaerah-daerah yang dinilai rawan gangguan GSB-OPM.
“Melaksanakan investigasi dan evaluasi secara menyeluruh-komprehensif. Menyangkut masalah menejemen operasi TNI-Polri (sistem intelejen, taktis, koordinasi, teritorial, logistik), pembangunan daerah, hak-hak adat, serta hal-hal yang terkait dengan kearifan lokal.”
PPAD mengingatkan, agar kasus ini menjadi perhatian bersama bahwa kehadiran OPM yang sekarang sudah menjadi ULMWP (United Liberation Movement for West Papua), semula dilatari oleh masalah keadilan sosial yang belum baik, kemudian bergulir tidak terkendalikan oleh Pemerintah Pusat, sehingga kini sudah sampai pada kompleksitas masalah yang rumit.
“Sudah menjadi isu internasional, terutama dengan kehadiran dan aksi-aksi gerombolan separatis bersenjata, serta campur tangan pihak asing,” kata Kiki. (des)