MINDANAO, (Panjimas.com) — Sejumlah senator Filipina menolak proposal perpanjangan darurat militer ketiga di wilayah Mindanao, Selasa (04/12) dilansir Manila Bulletin.
Mereka mengatakan tidak ada dasar konstitusional untuk memperpanjang darurat militer di wilayah Selatan.
Darurat militer pertama kali dideklarasikan di Mindanao setelah pasukan Filipina dan milisi kelompok Maute bentrok di Marawi pada Mei tahun lalu.
Meski Duterte menyatakan telah mengambil alih Marawi pada Oktober 2017, darurat militer tetap diberlakukan atas Mindanao.
Duterte lantas memperpanjang darurat militer atas persetujuan kongres pada Februari 2018 yang akan rampung pada akhir tahun.
Pemimpin Minoritas Senat Franklin Drilon menyatakan perpanjangan darurat militer sebagai langkah inkonstitusional.
Menurutnya, sudah tidak ada lagi pemberontak di wilayah tersebut yang mengharuskan pemerintah memberlakukan darurat militer.
“Konstitusi jelas menyatakan bahwa darurat militer dapat diberlakukan dalam kasus-kasus ‘pemberontakan yang nyata’,” tukas Drilon dalam pernyataannya.
Senator Francis Pangilinan dan Grace Poe mememperkuat pernyataan Drilon dan mendesak militer memberikan bukti bahwa masih ada pemberontakan yang nyata di Mindanao.
“Saya ingin bertanya kepada Angkata Bersenjata Filipina, apakah masih ada kelompok Maute di sana? Apakah masih ada Daesh di sana,” kata Poe seperti dikutip ABC-CBN News.
Pangilinan menyampaikan militer harus bisa menjawab seberapa besar ancaman di Mindanao sehingga mengharuskan perpanjangan darurat militer.
Pangilinan, yang juga ketua oposisi Partai Liberal, memperingatkan agar tidak memberlakukan undang-undang darurat di wilayah itu selama tahun pemilu.
“Wilayah di bawah kendali militer dapat mempengaruhi kampanye kandidat oposisi dan mereka yang tidak berkoalisi dengan pemerintah,” jelasnya.
Kepala Staf Angkatan Bersenjata Carlito Galvez sebelumnya meminta Presiden Duterte untuk memperpanjang darurat militer di wilayah selatan selama satu tahun lagi karena masih adanya ancaman terorisme.[IZ]