COX’S BAZAR, (Panjimas.com) — PBB mengatakan mayoritas pengungsi Rohingya merasa takut kembali ke Myanmar karena ancaman penganiayaan terhadapnya.
Koordinator PBB di Cox’s Bazar, Bangladesh Sumbul Rizvi mengatakan tidak mungkin memulangkan kembali pengungsi Rohingya dengan segera meskipun ada upaya-upaya untuk memulangkan mereka, demikian penjelasan Sumbul Rizvi.
“UNHCR, UNDP dan Myanmar sedang berdialog untuk menciptakan suasana yang kondusif [untuk mengirim pengungsi kembali] tetapi pada titik ini, pengembalian bukanlah kemungkinan yang nyata,” ujar Rizvi dalam lokakarya soal perlindungan pengungsi di Kolkata, India, dilansir dari Hindu Times.
Rizvi mengatakan 80 persen dari 900.000 pengungsi Rohingya di Bangladesh adalah wanita dan anak-anak yang kabur dari kekerasan di Myanmar.
“Saya belum melihat penduduk seperti itu, hampir semuanya, takut akan penganiayaan,” ujar Rizvi.
Dalam kesempatan sama, Meghna Guhathakurta dari organisasi penelitian yang berbasis di Dhaka, mengemukakan beberapa jawaban atas pertanyaan para peneliti kepada para pengungsi “tidak nyaman”.
Menurutnya, banyak jawaban dari para pengungsi yang membuatnya tidak nyaman.
“Banyak Ibu-Ibu mengatakan mereka ingin anak-anak mereka menjadi pemimpin agama karena tidak ada pekerjaan untuk mereka,” tandasnya.
Guhathakurta juga mengatakan banyak anak laki-laki Rohingya mengemukakan keinginannya bergabung dengan Angkatan Darat untuk membalas pembunuhan terhadap orang tua mereka.
“Ada sebuah kebutuhan untuk menciptakan alternatif bagi pemikiran para pemuda ini,” jelasnya.
Rencana Bangladesh merepatriasi pengungsi Rohingya ke Myanmar ditunda hingga 2019.
Awalnya, repatriasi tahap pertama yang mencakup 2.200 pengungsi Rohingya bakal dilakukan pada 15 November.
Namun, rencana itu dibatalkan setelah mendapat penentangan di berbagai kamp pengungsian.[IZ]