SOLO, (Panjimas.com) – Dr Muhammad Taufik menilai Badan Pertanahan Nasional (BPN) Solo melakukan penyalahgunaan wewenang dengan menerbitkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) 40 dan 41 terkait taman Sriwedari. Hal itu disampaikan koordinator Tim Advokasi Reaksi Cepat (TARC) Solo tersebut Jumat, (30/11).
Muhammad Taufik mengatakan tanah Sriwedari yang selama ini diklaim Pemkot Solo seharusnya dikembalikan ke ahli waris RMT Wirjodiningrat.
Apalagi setelah adanya penetapan sita oleh Pengadilan Negeri Solo bernomor :10/PEN.PDT/EKS/2015/PN.Skt. Jo No:31/Pdt.G/2011/PN.SKA Jo No:87/Pdt/2012/PT.Smg Jo No:3249-K/Pdt/2012 tertanggal 26 September 2018.
“Pemkot Solo seharusnya mematuhi hukum. Ini kan aneh jadinya, BPN Solo menerbitkan sertifikat tanah yang masih dalam sengketa tanpa lebih dulu koordinasi dengan Pengadilan Negeri Solo,” ujarnya. Jumat, (30/11).
Muhammad Taufiq menambahkan, tindakan BPN Solo yang tetap menerbitkan SHP 40 dan 41 pada saat tanah masih sengketa di pengadilan dapat diduga merupakan tindak pidana sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 421 KUHP, yaitu “Seorang pejabat yang menyalahgunakan kekuasaan memaksa seseorang untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan”.
“Pejabat yang melakukan hal pada pasal 421 itu biasa disebut abuse of power. Negara Indonesia adalah Negara hukum. Artinya, putusan tertinggi dalam suatu permasalahan adalah putusan hakim dalampengadilan. Selama tanah dalam proses sengketa, maka tanah tak bisa dipasangi hak apapun atau status quo. Kemudian, sudah ada sita eksekusi dari Pengadilan Negeri (PN) Solo. Eksekusi adalah menjalankan putusan pengadilan,” tambahnya.
Kenapa ada eksekusi? Berarti ada putusan yang harus dijalankan. Karena inilah yang disebut kepastian hukum. Tetapi kalau sampai ada penolakan dari BPN, lalu ada gugatan. Lalu ada proses sampai kasasi, kemudian kelak muncul SHP 43 dan 44, berarti kan tidak ada kepastian hukum.
TARC juga mengimbau kuasa ahli waris Sriwedari agar membuat laporan ke polisi dan membuat pengaduan ke Menteri Agraria atau Kantor Wilayah BPN Jawa Tengah untuk membatalkan SHP 40 dan 41 karena itu dibuat saat proses sengketa.
Terkait adanya pembangunan Masjid di Taman Sriwedari juga disesalkan oleh Muhammad Taufik, karena hal itu dinilai membenturkan antar ormas Islam antara yang setuju dan tidak. [RN]