ADEN, (Panjimas.com) — Menteri Luar Negeri Yaman Khaled al-Yamani menyatakan kelompok pemberontak Yaman, Milisi Syiah Houthi tidak ingin mencapai perdamaian.
“Houthi hanya ingin berperang,” pungkas Khaled al-Yamani dalam pertemuan dengan Duta Besar AS untuk Yaman Matthew Toler, pada Selasa (27/11) lalu dilansir dari kantor berita SABA.
Menurut laporan SABA, al-Yamani dan Toler membahas upaya berkelanjutan oleh Utusan PBB Martin Griffiths untuk mengadakan perundingan damai baru di Swedia bulan depan.
“Pemerintah Yaman sedang mendiskusikan upaya perdamaian dengan utusan PBB,” imbuh al-Yamani.
Menlu Yaman ini juga mendesak komunitas internasional untuk memberikan lebih banyak tekanan pada Houthi agar mereka “mematuhi upaya perdamaian”.
Dalam beberapa pekan terakhir, Griffiths terlibat dalam diplomasi ulang-alik untuk mencapai penyelesaian perdamaian yang layak dan mengakhiri krisis politik bertahun-tahun Yaman.
Konflik Yaman telah menimbulkan krisis kemanusiaan di negara yang berpenduduk 28 juta jiwa itu, 8,4 juta orang diantaranya diyakini berada di ambang kelaparan dan 22 juta sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Yaman yang kini menjadi negara miskin, tetap berada dalam keadaan kacau sejak tahun 2014, ketika milisi Syiah Houthi dan sekutunya menguasai ibukota Sanaa dan bagian-bagian lain negara ini.
Sejak Maret 2015, koalisi internasional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia telah menuding Kerajaan Saudi terlibat kejahatan perang sebagai akibat dari kampanye pengebomannya yang dapat dianggap sembarangan dan menyebabkan kerusakan berlebihan pada negara tersebut termasuk jumlah korban tewas yang cukup tinggi.
Menurut pejabat PBB, lebih dari 10.000 warga Yaman telah tewas akibat konflik berkepanjangan ini, sementara itu lebih dari 11 persen dari jumlah penduduk negara itu terpaksa mengungsi, sebagai akibat langsung dari pertempuran yang tak kunjung usai. Untuk diketahui, lebih dari setengah total korban adalah warga sipil. sementara 3 juta lainnya diperkirakan terpaksa mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit.[IZ]