DHAKA, (Panjimas.com) – Adalah President of Asian Conference on Religions for Peace (ACRP) Prof. Din Syamsuddin yang mengatakan bahwa dialog antar dan intra agama sekarang ini telah menjadi dan perlu dijadikan sebagai kebutuhan mendasar manusia (basic human need).
Demikian dikatakannya ketika tampil sebagai salah salah seorang pembicara utama pada Seminar tentang World Peace, Interfaith and Intrafaith Dialogue di Dhaka, Bangladesh, 27 Nop 2018.
Hal demikian, menurut Din, adalah karena kehidupan umat manusia dewasa ini menampilkan primordialisme dan egosentrisme yang berlebihan sehingga sering mengganggu hubungan antar kelompok baik agama, etnik, maupun perbedaan kepentingan politik, baik pada skala lokal dan nasional maupun global.
Fenomena itu juga ditambah dengan penyebaran kebencian, praduga, dan pandangan yang bersifat streotipikal di masyarakat, khususnya melalui media sosial. Jika tidak segera diatasi, kecenderungan ini akan membawa kepada ketegangan dan pertentangan antara kelompok.
“Maka, dialog merupakan solusi, dan kita harus meyakini kekuatan dialog”, tegas Din Syamsuddin, yang juga menjabat sebagai salah seorang presiden dari World Conference on Religions for Peace (WCRP/RfP International).
Seminar, yang dihadiri sekitar 200 peserta dari kalangan agamawan, cendekiawan, politisi, diplomat, tersebut, diadakan di Westin Hotel Dhaka oleh Religions for Peace (RfP) Bangladesh. Selain peserta domestik hadir juga peserta Luar Negeri, antara lain dari Jepang, Australia, India, Filipina, dan Myanmar.
Lebih lanjut dalam pidato kuncinya Din Syamsuddin mengatakan, walau sudah cukup banyak dialog antar agama dan peradaban, namun dialog tetap diperlukan. “Sudah banyak dialog tapi masih terjadi konflik, apalagi kalau tidak ada dialog”, tandasnya.
Namun, menurut Din yg menjabat Ketua Centre for Dialogue and Cooperation among Civilizations (CDCC), perlu ada paradigama dan pendekatan baru dari dialog. Dia mengusulkan dialog yang perlu dikembangkan adalah dialog dialogis (dialogical dialogue), yakni dialog yang bertumpu pada ketulusan, keterbukaan, keterusterangan untuk menyelesaikan masalah. Hal ini dapat dilakukan kalau pemeluk berbagai agama menjalankan ajaran agamanya secara benar dan meletakkan keberagamaan pada wawasan kemanusiaan.
Menurut Guru Besar Politik Islam Global UIN Jakarta ini, sejatinya agama-agama memiliki dimensi kemanusiaan dan bertujuan untuk kemaslahatan manusia (rahmatan lil ‘alamin). Maka keberagamaan otentik adalah beragama yang menyelamatkan sesama manusia.
Seminar dua hari tersebut juga menampilkan pembicara antara lain, President RfP Bangladesh Principal Sukomal Burua, Deputi Moderator ACRP Prof. Desmon Cahil dari Australia, Co-President ACRP Dr. Vasudevan dari India, dan Sekjen ACRP Rwv. Nobuhiro Nemoto dari Jepang. Seminar tentang dialog dan perdamaian itu menjadi signifikan karena berlangsung di tengah hiruk pikuk Pemilu di Bangladesh yang akan berlangsung 30 Des 2018 ini. [ES]