KUALA LUMPUR, (Panjimas.com) — Menteri di Departemen Perdana Menteri (Agama) Datuk Mujahid Yusof Rawa menekankan perlunya menetapkan pedoman untuk membedakan antara komunitas Syiah dan mereka yang memeluk dan mempromosikan ideologi.
Mujahid percaya pentingnya pedoman ini diperlukan untuk menegakkan kebebasan beragama sebagaimana tercantum dalam konstitusi, seperti dikutip dari Malaysiakini.
Di Malaysia, keyakinan Syiah telah dinyatakan sesat oleh Departemen Pembangunan Islam Malaysia (JAKIM). Sejalan dengan Konstitusi Federal, seluruh ajaran Syiah dilarang karena umat Muslim di Malaysia yang menjalankan ajaran Sunnah Wal Jamaah (Sunni).
Bahkan, berdasarkan fatwa yang diberlakukan di Malaysia, beberapa anggota Syiah dipenjarakan di bawah ISA.
Ini terlepas dari fakta bahwa beberapa kelompok liberal seperti Sisters in Islam (SIS) dan Islamic Renaissance Front (IRF) dengan hangat membantah dan menentang pelaksanaannya.
“Ada dua (masalah) dalam hal ini, pertama-tama orang-orang Syi’ah sesat. Yang kedua adalah fatwa yang menyatakan bahwa praktek Muslim Malaysia adalah Ahlus Sunnah Wal Jamaah (ASWJ)”, papar Mujahid.
“Tetapi apakah karena menjadi seorang Syiah maka kita bisa bertindak? Atau dengan menjadi Syiah dan mempromosikan Syiah, itu adalah dua hal yang berbeda,“ tutur Mujahid, dilansir dari Malaysiakini.
Menyoal Praktik Syiah
Mujahid menyampaikan hal ini saat bertemu di Perayaan Maulid Nabi di Putrajaya hari Selasa (20/11/2018) sebagai tanggapan atas pernyataan oleh Mufti Penang, Dr Wan Salim Wan Mohd Noor.
Dr Wan percaya bahwa fatwa yang mendefinisikan Syiah sebagai ajaran yang menyimpang dari Islam dapat direvisi berdasarkan beberapa argumen setelah mempertimbangkan beberapa hal seperti praktik-praktik Syiah.
Namun, pada saat yang sama, Mufti Penang juga percaya bahwa keyakinan Syiah harus dipraktekkan sendiri dan tidak terang-terangan di depan publik karena dikhawatirkan mengundang kekecewaan dalam komunitas Muslim Malaysia.
Mengutip pasal 11 dalam Konstitusi Federal Malaysia, Dr Mujahid mengatakan dengan jelas menyatakan kebebasan beragama.
Namun menurutnya, ada juga pembatasan dari Pasal 11 (4) yang bertujuan untuk mengendalikan perkembangan doktrin atau keyakinan agama di kalangan umat Islam.
Mujahid mengatakan bahwa kekuatan untuk merevisi fatwa yang mengatur Syiah sebagai ajaran yang menyimpang terletak di bawah yurisdiksi Komite Fatwa Negara.
Melihat kedua artikel ini, Dr. Mujahid menekankan perlunya pedoman di antara hak-hak mereka yang memeluk agama dan keyakinan, serta mereka yang mempromosikannya.
Sebanyak 12 dari 14 negeri atau negara bagian di Malaysia mengharamkan ajaran Syiah. Associate Professor of Islamic Theology Universiti Sains Islam Malaysia (USIM) Prof Dr Kamaludin Nurdin Al-Bugisy mengemukakan hal itu saat dihubungi dari Kualalumpur pada Senin (10/9), dilansir dari Reuters.
Sementara itu, Komisi Hak Asasi Manusia Malaysia atau SUHAKAM pada Kamis (06/09) lalu menyesalkan tindakan keras terhadap sekelompok kecil Syiah di Negeri Kelantan, yang mengamalkan ajaran agama mereka. Negeri yang mengharamkan Syiah adalah Wilayah Persekutuan, Pulau Pinang, Kelantan, Terengganu, Malaka, Selangor, Kedah, Perak, Johor, Perlis, dan Pahang.
Dua negeri yang belum mengharamkannya adalah Sabah dan Sarawak.
“Syiah berupaya dan berjuang semaksimal mungkin dalam pemerintahan baru untuk diakui dan dibolehkan menyebarkan ajarannya namun mendapat rintangan berat dari 12 negeri, yang telah memfatwakan pelarangan,” ujar Pakar Syiah tersebut.
Kamaludin mengatakan pemerintah Malaysia menyatakan bahwa akidah ahlussunnah wal jamaah menjadi pegangan umat Islam.
“Setiap ajaran bertentangan dengan faham dan amal ‘ahlussunnah wal jamaah’ dilarang dan dibatasi penyebarannya di kalangan umat Islam,” pungkasnya.
Kementerian Dalam Negeri menetapkan organisasi Syiah Malaysia menyalahi Undang-Undang Pasal 5 (1) Akta organisasi 1966 pada 24 Juli 2013.
“Hingga kini, hampir semua negeri di Malaysia memfatwakan pengharaman Syiah. Dari semua negeri tersebut, hanya Sabah dan Sarawak yang belum melarangnya,” tukasnya.
Dia mengatakan, fatwa di Malaysia bukan sekedar memberikan penjelasan hukum sebagaimana Majelis Ulama Indonesia tapi mengikat dan dilaksanakan sebab mufti di Malaysia di bawah naungan raja. Jadi, menuurtnya, kalau sudah difatwakan oleh mufti negeri atau provinsi, maka yang melanggar akan ditindak sesuai dengan fatwa tersebut.
“Sekedar contoh, fatwa Negeri Sembilan mengharamkan penyebaran wahabi. Jadi, sekiranya ada ustadz beraliran wahabi dan isi ceramahnya nyata-nyata menyebarkan akidah wahabi, maka ustadz inipun akan ditangkap sebagaimana halnya Syiah di seluruh Malaysia,” tandasnya.[IZ]