JAKARTA, (Panjimas.com) – Presiden Asian Conference of Religions for Peace (ACRP) Prof. Din Syamsuddin mengatakan bahwa proses rekonsiliasi dan perdamaian antar etnik dan agama di Myanmar bermasa depan positif, dan sangat mungkin terjadi.
Demikian dikatakan Din dalam presentasinya di Advisory Forum for National Reconciliation and Peace in Myanmar. Din Syamsuddin menjadi salah seorang pembicara utama pada Sesi Penutupan bersama Menteri Urusan Agama dan Kebudayaan Myanmar Mr. Thura U Aung Ko, Honorary President of Religions for Peace Bishop Gunnar Stalsett, Tokoh Hindu dari India Dr. Vinu Aram, dan Kardinal Charles Bo dari Myanmar.
Forum, yang dihadiri oleh sekitar 100 tokoh yang mewakili komunitas agama, berbagai suku, partai-partai politik, dan pemerintah baik sipil maupun militer itu, berlangsung di Myanmar International Convention Centre di Ibu Kota Myanmar, Nay Pyi Taw, 21-22 Nop 2018.
Forum yang bermakna historis tersebut diprakarsai oleh Religions for Peace Myanmar, yang didukung oleh Religions for Peace International, dan Pemerintah Myanmar, serta dibuka langsung oleh Konselir Negara Daw Aung San Suu Kyi.
Optimisme Din Syamsuddin tersebut didasarkan pada berkembangnya fenomena positif dan dinamis bahwa para elit agama, etnik, politik, dan pemerintahan dapat duduk bersama dan terlibat dalam percakapan yang terbuka dan jujur tentang sejumlah masalah yang ada di Myanmar, khusus ketegangan dan konflik baik yang berdimensi etnik maupun keagamaan.
Menurut Din, perdamaian dan rekonsiliasi di tubuh sebuah bangsa meniscayakan adanya kesediaan berdialog dan menyelesaikan masalah dengan semangat musyawarah untuk mufakat.
Pada bagian akhir dari presentasinya, Din Syamsuddin berbagai pengalaman Indonesia yang berhasil mengembangkan dialog yang bahkan sudah berkembang menjadi dialog aksi, seperti yang diluncurkan bulan lalu, yaitu Kolaborasi Lintas Agama untuk Perlindungan Hutan.
Dalam forum yang bertujuan merumuskan rekomendasi buat Pemerintah Myanmar itu dibahas sejumlah isu dari pendidikan, pemuda, wanita, identitas, dan secara khusus masalah di Rakhine State. Khusus mengenai masalah di Rakhine State, kuat usulan untuk diberinya status warga negara bagi etnik Rohingya, dan melaksanakan repatriasi bagi pengungsi Rohingya yang berada di luar negeri.
Daw Aung San Suu Kyi sendiri menyambut baik forum itu, dan dalam Amanat Pembukaanmya menegaskan komitmen Myanmar untuk mengembang multikulturalisme, ko-eksistensi, dan toleransi. Daw Suu, demikian dia dipanggil, mengharapkan agar dalam forum tersebut dapat dicapai pertemuan pikiran (meeting of mind) di antara berbagai pemangku kepentingan di Myanmar.
Menurut Din Syamsuddin, yang diangkat sebagai salah seorang dari Core Group, Advisory Forum ini akan berlanjut tahun depan untuk melanjutlan percakapan dan permufakatan tentang sejumlah isu krusial yang dapat mengganggu kerukunan dan keutuhan bangsa Myanmar ke depannya nanti. [ES]