SOLO, (Panjimas.com) — Indonesia saat ini tengah diuji berbagai macam musibah bencana alam, persoalan keumatan dan kebangsaan. Oleh karena itu, melalui Milad 106 ini, Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkomitmen mencanangkan Gerakan Ta’awun. Gerakan ini berupa semangat tolong menolong, kerjasama, dan membangun kebersamaan di tubuh umat dan bangsa agar Indonesia menjadi negeri yang Baldatun thoyyibatun wa robbun ghofur.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Dr. Abdul Mu’ti menjelaskan tiga dimensi gerakan Ta’awun yakni gerakan sosial kemanusiaan, gerakan pencerdasan bangsa, gerakan solidaritas dalam mengawal kebijakan.
“Tadi Pak Haedar menyampaikan bahwa gerakan ta’awun itu tidak terbatas pada mereka yang tertimpa musibah tetapi juga kepedulian kita untuk menyelesaikan masalah-masalah kebangsaan, sekaligus juga kepekaan kita terhadap situasi dan kondis yang sekarang ini terjadi,” pungkasnya saat ditemui usai Resepsi Milad Muhammadiyah ke-106 di Pura Mangkunegaran, Ahad (18/11) malam.
“Gerakan Ta’awun ini ada tiga dimensi, pertama gerakan Ta’awun yang berbasis bantuan sosial kemanusiaan, dimana kita memberikan bantuan dana bantuan-bantuan sosial untuk mereka yang tertimpa musibah khususnya di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Tengah,” paparnya.
“Yang kedua, Kepedulian sosial dan gerakan Ta’awun yang berkaitan dengan bagaimana kita melakukan gerakan-gerakan pencerdasan bangsa dalam bentuk, misalnya membangun kesadaran pemikiran dan kesadaran kolektif tentang pentingnya kita membina wawasan dan membina keterbukaan sehingga tidak tercipta gesekan-gesekan atau perilaku lain yang bisa menimbulkan perpecahan,” jelasnya.
“Nah yang ketiga, solidaritas dalam bidang-bidang yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan. Ini penting kerjasama lintas partai, kerjasama berbagai elemen bangsa untuk menyeleseikan masalah-masalah ini, tidak hanya melalui aksi-aksi yang bersifat praksis bantuan sosial, tetapi juga dalam bentuk regulasi-regulasi yang dapat menjamin terciptanya keadilan sosial dan ta’awun diantara berbagai kekuatan dan elemen bangsa, tandasnya.”
Muhammadiyah dalam konteks keumatan dan kebangsaan, bahkan dalam konteks kemanusiaan universal terus menggelorakan praksis Islam, yakni nilai-nilai Islam yang mewujudkan dalam program-program kemanusiaan, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, dan usaha-usaha pemberdayaan yang benar-benar membawa pada perubahan. Praksis Islam yang dihadirkan Muhammadiyah selain menggunakan alam pikiran Islam berkemajuan, juga diusung oleh pranata sosial yang modern.
Spirit Al Maun dan Gerakan Ta’awun
Dalam Muhammadiyah ajaran ta’awun sejiwa dan seiring dengan spirit Al-Ma’un sebagaimana menjadi salah satu ciri gerakan Islam ini sejak didirikannya oleh Kyai Haji Ahmad Dahlan 106 tahun yang silam. Bahwa setiap muslim yang menganut Islam dia harus mewujudkan agamanya dalam membela dan memberdayakan kaum miskin, yatim, serta dhu’afa (kaum lemah) dan mustadh’afin (kaum tertindas, teraniaya). Hal ini disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. H. Haedar Nashir, M.Si dalam pidatonya pada Milad 106 Tahun Muhammadiyah di Puro Mangkunegaran Surakarta, Ahad malam, 18 November 2018 lalu.
“Sebaliknya termasuk dusta dalam beragama manakala dirinya tidak mau menolong kaum yang lemah dan dilemahkan. Apalah artinya beragama manakala tidak peduli dan tidak mau berbagi untuk mereka yang bernasib malang dalam kehidupannya. Ajaran Al-Ma’un dalam Muhammadiyah telah menjadi gerakan praksis sosial Islam yang bersifat membebaskan (emansipasi, liberasi), memberdayakan (empowerment), dan memajukan kehidupan umat dan bangsa,” ungkap Haedar.
Lebih lanjut, Haedar Nasir mengatakan, Gerakan Al-Ma’un bahkan secara kelembagaan melahirkan rumah sakit, klinik, pelayanan sosial, tanggap kebencanaan, pemberdayaan masyarakat, dan praksis Lazismu untuk seluruh anak negeri. Gerakan Al-Ma’un saat ini pun melahirkan aksi kemanusiaan (humanitarian) untuk semua golongan umat manusia baik di dalam maupun di luar negeri dalam gerakan “Muhammadiyah For All” atau “Muhammadiyah Untuk Semua”.
“Suatu ajaran “ta’awun” yang membebaskan, memberdayakan, dan memajukan kehidupan. Islam sejatinya mengandung elemen ajaran yang membebaskan dalam makna mengeluarkan umat manusia dari keadaan buruk ke keadaan yang lebih baik. Inilah praksis sosial Islam yang oleh Asghar Ali Engineer disebut sebagai teologi pembebebasan dalam Islam (The Islamic Theology of Liberation).”
Menurut Aghar, ajaran Islam sejati menjunjukkan komitmen tinggi pada terciptanya tananan sosial yang adil, egaliter, dan nireksploitasi. Dinyatakan, tidak dapat disebut masyarakat muslim (Islamic society) manakala di dalamnya masih terdapat eksploitasi satu terhadap lainnya. Karenanya Islam hadir dengan pandangan dan praktik sosial yang membebaskan kehidupan.
Bahkan kalimat “Laa Ilaaha Illa Allah” menurut pemikir Islam postmodern ini dapat menjadi kekuatan pembebas bagi kaum lemah sekaligus membongkar sistem apapun yang otoritatian! Konteks Kebangsaan Pesan “Ta’awun Untuk Negeri” kami gelorakan ke seluruh persada tanah air setidaknya sebagai respons dan komitmen Muhammadiyah atas dua situasi yang dihadapi bangsa saat ini.
Pertama, adanya musibah gempa bumi di Lombok dan Sumbawa di Nusa Tenggara Barat, serta di Palu-Donggala-Sigi di Sulawesi Tengah, di samping musibah lainnya di negeri ini. Pesan utamanya agar semua tergerak untuk peduli dan berbagi meringankan beban saudara sebangsa atas musibah yang terjadi, seraya bergerak bersama agar saudara-saudara kita di dua wilayah musibah itu bangkit dan kembali menjalani kehidupan dengan baik dan lebih maju.
Kedua, situasi nasional di tahun politik yang sedikit atau banyak menunjukkan ananiyah-hizbiyah (egoisme kelompok) dan gesekan sosial-politik satu sama lain. Kontestasi politik memang wajar dengan dinamika persaingan dan perebutan kepentingan.
“Namun manakala tidak terkelola dengan baik dan dibiarkan serbabebas maka dapat memicu konflik dan retak sosial antarsesama anak bangsa secara saling berhadapan dan bermusuhan. Karenanya penting dilandasi nilai “ta’awun” untuk
“Saling peduli dan berbagi” layaknya satu tubuh di keluarga bangsa,” ungkapnya.
Haedar berpesan, perbedaan politik tetap diikat oleh rasa bersaudara dan tidak menyuburkan suasana permusuhan yang merugikan kehidupan berbangsa. Gerakan “Ta’awun Untuk Negeri” dapat diaktualisasikan dalam gerakan membangun kebersamaan dengan jiwa tulus semata-mata untuk memajukan kehidupan bangsa.
Umat Islam menyebut semangat kebersamaan itu dengan ukhuwah, sedang dalam idiom umum dikenal gotong royong untuk kebaikan hidup bersama. Semangat ukhuwah dan gotong-royong itu niscaya terus disebarluaskan agar menjadi praktik hidup yang nyata dan bukan retorika.
“Ukurannya ialah ketika terdapat perbedaan pandangan dan kepentingan, satu sama lain mau saling berkorban dan berbagi, bukan saling mengutamakan kepentingan dan mau menang sendiri,” tandasnya.
Haedar menyerukan agar umat Islam mewujudkan ta’awun sesama warga dan komponen bangsa dengan sikap, tindakan, dan usaha bekerjasama secara nyata. Semua pihak mau saling peduli dan berbagi, serta saling hidup maju dan makmur bersama-sama.
Solo Bernilai Historis
Kota Solo dinilai bersejarah bagi perkembangan Persyarikatan Muhammadiyah. “Dulu tahun 1985 juga di selenggarakan Mukhtamar Surakarta (Solo) menetapkan Pancasila sebagai asas dari Muhammdiyah, oleh karena itu kota ini sangat bersejarah. Selain itu, karena Muhammdiyah akan menyelenggarakan Mukhtamar tahun 2020 mendatang,” pungkas Ketua PP Muhammadiyah, Prof. Dr. H Dadang Kahmad, M.SI.
Milad Muhammadiyah ke-106 kali ini mengambil tema Ta’awun untuk Negeri. Tema ini diambil lantaran tahun ini dinilai sebagai tahun kesediaan. Bencana menimpa bangsa Indonesia secara bertubi-tubi. Bencana gempa bumi, tsunami banjir, longsor hingga jatuhnya pesawat Lion Air JT- 610 yang menewaskan seluruh penumpang dan awak pesawat.
“Oleh karena itu milad tahun ini bukan milad yg bergembira ria, tapi justru mencanangkan bagaimana berkontribusi bagi saudara kita yang tertimpa musibah,” imbuhnya.
Sebagai organisasi dakwah dan sosial, Muhammadiyah meneruskan asas perjuangan sebagai Penolong Kesengsaraan Oemmat (PKO). Muhammadiyah telah melaksanakan serangkaian program kemanusiaan. Antara lain mendirikan 661 unit hunian sementa untuk korban bencana gempa di Lombok dan sumbawa, penyaluran air bersih untuk 3.550 jiwa, layanan psikososial kepada 13.374 jiwa, layanan kesehatan kepada 11.153 jiwa dan distribusi logistik untuk 6.217 jiwa.
Sedangkan, untuk Bencana Tsunami dan Gempa Bumi di Palu, dan Donggala Muhammadiyah telah mendirikan 1.228 unit hunian, penyaluran air bersih dan sanitasi untuk 2.570 jiwa, layanan psikososial bagi 10.359 jiwa, layanan kesehatan kepada 6.282 jiwa dan distribusi logistik untuk 29. 384 jiwa.
Di sisi lain, puncak perayaan milad Muhammadiyah ke-106 juga menganugerahkan award kepada Wakil Presiden RI- H. Jusuf Kalla (JK). JK dipilih sebab dinilai telah banyak berkiprah untuk bangsa.
“Kita tau beliau anggota piawai dalam penyelesaian konflik, selain itu juga dekat dengan Muhammadiyah,” ungkapnya
KH. Subari mengungkapkan, digelarnya Resepsi Milad Muhammadiyah ke-106 digelar di kawasan Mangkunegaran juga tidak lepas dari sisi historis. Sri Paduka Mangkunegoro ke-7 dan ke-8 memiliki andil bagi pendidikan Muhammadiyah. SD Muhammadiyah 1 Surakarta, SMA Muhammadiyah 1 Surakarta dan SMK Muhammadiyah 2 Surakarta. Ketiganya berdiri di tanah Mangkunegaran.
“Yang juga tidak bisa dilupakan sebagai generasi penerus Muhammadiyah, bawa KH. Ahmad Dahlan terinspirasi Mendirikan kepanduan Hizbul Wathan dari halaman Puro Mangkunegaran. Kini Hizbul Wathan telah berusia 100 tahun, banyak oemimy bangsa yang lahir dari HW, salah satunya adalah Jendral Sudirman,” tutur KH. Subari
Selain itu, kota Solo juga sangat istimewa dalam sejarah perkembangan Muhammadiyah. Persyarikatan Muhammadiyah di Solo langsung didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan. Bahkan sebelum berdirinya Muhammadiyah diluar kota Jogjakarta.
“Maka ormas di Solo ini disini disebut sifat nabi Muhammad, Sidiq Amanah Tabligh, Vatonah (SATV), itulah keistimewaan kota Solo dalam sejarah Muhammadiyah,” tandas KH. Subari.
KH. Subari selaku Ketua Panitia Milad Muhammadiyah ke-106 mengatakan, resepsi Milad Muhammadiyah di Solo turut ditopang oleh Pimpinan Daerah Muhammdiyah se-Soloraya dan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS).[IZ]