JAKARTA, (Panjimas.com) — Dewan HAM ASEAN mendesak Indonesia berani menunjukan komitmennya jika ingin menjadi pengawal yang baik dalam masalah Rohingya di Myanmar.
Dinna Wisnu, Anggota Dewan HAM ASEAN untuk Indonesia, menyarankan jika Indonesia berani menunjukkan sikap atas masalah Rohingya, maka harus dibentuk satu tim yang berasal dari berbagai unsur untuk betul-betul memberi pengawalan.
“Kalau memang harus bicara dengan tentara berarti ada juga unsur dari tentara, polisi, atau pebisnis, atau dengan partai-partai di sana juga agar lebih komprehensif,” ujar Dinna di Jakarta, Rabu (14/11), dikutip dari Anadolu Agency.
Dia menilai, jika tim dari Indonesia hanya berasal dari pemerintah, maka akan rentan terjadi ketimpangan.
Dinna pun menyebut, meski pemerintah Indonesia kerap merespons situasi di Myanmar, namun hingga kini belum ada hasil yang menggembirakan.
Komitmen Indonesia untuk membantu masalah Rohingya pun diharap Dinna tidak tanggung-tanggung. Alasannya, di antara 10 negara yang tergabung dalam ASEAN, yang berani menunjukkan posisinya dengan tegas untuk masalah Rohingya hanya Indonesia dan Malaysia.
“Malaysia itu secara masal menerima pengungsi. Jadi mereka punya kepentingan langsung untuk sangat keras. Sebenarnya kalau Indonesia kan kita enggak melihat secara kasat mata juga berapa banyak yang masuk ke Indonesia dan memang nggak sebanyak yang masuk ke Malaysia,” tutur Dinna.
Meski begitu, kata Dinna, aksi dari Indonesia lebih diandalkan dan ditunggu oleh masyarakat ASEAN
“Masalahnya ini, Indonesia harus membuat solusi jangka panjang Indonesia itu mau ke mana. Dan ketika kita dipepet oleh delapan negara lain di ASEAN yang memilih kita untuk mengurusi masalah ini, kok kita enggak kelihatan aktif,” tukasnya Dinna.
Indonesia Dituntut Lebih Tegas
Ketua Tim Pencari Fakta PBB untuk Krisis Rohingya, Marzuki Darusman mengatakan pemerintah Indonesia seharusnya dapat lebih gagah, lebih perkasa, dan berinisiatif untuk menyelesaikan masalah Rohingya.
Marzuki mengingatkan, tidak seharusnya Indonesia membiarkan masyarakat yang paling lemah diperlakukan secara sewenang-wenang sehingga menghancurkan persaudaraan kebangsaan di Asia Tenggara.
“Dan ini dampaknya terhadap persatuan kita sendiri yang notabene jumlah sukunya lebih besar dari Myanmar. Di Indonesia kita berkepentingan langsung bahwa tidak boleh ada penindasan satupun suku yang mempunyai hak hidup di tengah-tengah masyarakat,” tutur Marzuki, dikutip dari Anadolu Agency.
Oleh karena itu, Marzuki berharap, DPR RI dapat menekan pemerintah untuk bertindak lebih kokoh dan mendukung upaya-upaya di ASEAN untuk penyelesaian masalah Myanmar.
“Karena Indonesia tidak hanya menangani masalah kemanusian tapi juga masalah yang bertalian dengan akuntabilitas dan perlindungan HAM,” tandasya.
Adapun untuk kasus genosida, kejahatan kemanusiaan dan kejahatan perang yang dialami etnis Rohingya, Marzuki menyebut kondisi ini sebagai malapetaka hak asasi manusia.
“Ini bukan hanya tragedi kemanusiaan, tetapi ini malapetaka hak asasi manusia. Ini yang harus ditanamkan betul di tengah masyarakat bahwa Indonesia menghadapi ujian keyakinan yang paling dasar dalam rangka kehidupan berbangsa dan bernegara,” tegas Marzuki Darusman.[IZ]