JAKARTA (Panjimas.com) – Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie dalam peringatan ulang tahun keempat partainya di ICE BSD, Tangerang, Minggu (11/11) melontarkan sikap politiknya yang menolak perda berlandaskan agama termasuk Perda Syariah.
Grace mengatakan, partainya tidak akan pernah mendukung perda yang berlandaskan agama, seperti Perda Syariah dan Perda Injil. “PSI akan mencegah lahirnya ketidakadilan, diskriminasi, dan seluruh tindakan intoleransi di negeri ini. PSI tidak akan pernah mendukung perda-perda Injil atau perda-perda syariah,” ujar Grace.
Sikap itu disebut Grace menjadi satu dari tiga misi yang diusung PSI jika dipercaya duduk di Parlemen. Dua misi lain adalah menjaga para pemimpin baik di tingkat nasional maupun lokal dari gangguan politikus hitam, serta menghentikan praktik pemborosan dan kebocoran anggaran di parlemen.
Grace menyebut di DPR, PSI akan menjaga Jokowi, menjaga Ridwan Kamil di Jawa Barat, menjaga Nurdin Abdullah di Sulawesi Selatan, serta menjaga Tri Rismaharini di Surabaya.
Grace menyebut politisi genderuwo biasanya bergabung dengan politisi sontoloyo yang kerap menyebar isu SARA dan hoaks. Sedangkan generasi muda, sambung dia, adalah generasi yang melihat orang atau negara lain sebagai kesempatan, atau peluang untuk bekerjasama dan berkolaborasi.
Menanggapi sikap politik PSI, Wakil Sekjen Partai Demokrat Andi Arief mengatakan, sikap politik PSI mencerminkan partai tersebut dibentuk untuk memberi ruang paham islamofobia.
“PSI kelihatannya dibentuk untuk Islamophobia mendapat gelanggang, juga tidak serius duduk di Parlemen,” kata Andi di akun Twitternya.
Selain bentuk islamofobia, sikap menolak Perda Syariah juga disebut Andi sebagai bentuk frustasi partai terhadap kenyataan. Dengan menolak Perda Syariah, Andi menduga tujuan PSI adalah untuk meraih target minimum yakni mengincar kursi di DPRD kabupaten dan provinsi. “Target minimumnya duduk di DPRD kabupaten dan provinsi. Cukup realistis, tidak besar pasak dari tiang,” tulis Andi.
Kata Andi, PRD saat dibentuk bertujuan membuka demokrasi, bukan seperti PSI yang memberikan ruang kepada islamofobia. Sikap PSI itu disebut Andi sebagai contoh salah asuhan.
Lebih lanjut Andi menilai penolakan PSI terhadap Perda Syariah tak sejalan dengan prinsip negara demokrasi. Andi berpendapat sebuah negara yang menganut paham demokrasi tak mungkin menolak sebuah produk yang dicapai dengan cara demokrasi.
“Ada kecenderungan yang kontradiktif, di satu sisi menginginkan kebebasan yang seluas-luasnya. Di sisi lain berupaya melarang sebesar-besarnya,” kata Andi.
Sementara itu, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyatakan tak sepakat dengan salah satu misi PSI yang menolak peraturan daerah berlandaskan agama termasuk Perda Syariah atau Perda Injil.
Direktur Pencapresan PKS Suhud Aliyudin menilai penolakan PSI terhadap Perda Syariah atau Perda Injil bertentangan dengan spirit kebangsaan. Menurut dia, perda merupakan wujud aspirasi rakyat di daerah. Setiap perda, lanjutnya, harus dihormati. “Klaim itu bertentangan dengan spirit kebangsaan yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama,” ujar Suhud.
Indonesia merupakan negara yang dihuni penduduk beragama. Fakta itu pun termuat dalam sila pertama Pancasila berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. “Semangat menolak agama bertentangan dengan Pancasila. Hanya PKI yang menolak agama ” ujarnya lewat pesan singkat, Selasa (13/11). (des)