JAKARTA, (Panjimas.com) – Perhelatan acara Hijrah Festival 2018 di JCC Senayan, Jakarta, telah berakhir. Gelaran dakwah yang berlangsung pada 9-11 November tersebut meninggalkan kesan yang luar biasa. Antusiasme dari puluhan ribu pengunjung yang datang terlihat dari tiket yang habis terjual.
Dilansir republika. Selain menampilkan sejumlah ustadz-ustadz ternama, acara ini juga menjadi wadah berkumpulnya kaum Muslim milenial. Karena sebagian besar pengunjung yang datang adalah kalangan anak muda. Mereka tampak semangat menghadiri festival yang berisikan berbagai tausiyah ini, meskipun dengan harga tiket yang tidak murah.
Menanggapi hal ini, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti menyebut Hijrah Fest sebagai fenomena sosial-keagamaan yang menarik. Menurutnya, banyaknya antusiasme pengunjung terhadap acara tersebut disebabkan karena adanya fenomena keber-Islaman kota (urban Islam) sebagai counter culture (budaya kontra) atas kehidupan masyarakat kota yang selama ini identik dengan sekularisme, hedonisme, dan liberalisme.
Selanjutnya, ia mengatakan karena adanya fenomena populisme Islam yang disebabkan oleh pengaruh media, khususnya media sosial. Di acara Hijab Fest tersebut, mayoritas ustaz yang tampil adalah ustaz online yang ceramahnya tersebar luas melalui dunia maya. Selain itu, Mu’ti mengatakan adanya fenomena religious-entrepreneurship, seperti halnya ibadah umrah, zakat, kurban, dan lainnya.
“Hijrah Fest bisa menjadi tren yang positif dan arus baru gerakan Islam,” kata Mu’ti, melalui pesan elektronik, Senin, (12/11).
Kendati merupakan kegiatan yang menarik, Mu’ti mengatakan Hijrah Fest hanyalah sebuah tren dan bukan merupakan arus dan gerakan keIslaman baru. Menurutnya, fenomena tersebut hampir sama dengan tren beberapa tahun lalu ketika Ari Ginanjar menggagas ESQ Training, atau gerakan sedekah dan menghafal Alquran one day one ayat dari Ustaz Yusuf Mansur
Karena bukan merupakan arus utama, ia mengatakan fenomena tersebut tidak menjadi mainstream utama. Mu’ti mengatakan, Hijrah Fest bisa menjadi arus baru gerakan Islam jika memiliki figur kuat yang konsisten. Selanjutnya, jika acara tersebut memiliki gerakan yang solutif dan membumi, serta tidak dijadikan sebagai kendaraan politik para figur utamanya. Jika salah satu dari tiga hal tersebut tidak ada, kata dia, tren Hijrah Fest akan berlalu dan muncul tren yang berikutnya. [RN]