BERLIN, (Panjimas.com) — Prasangka terhadap Muslim, migran dan para pencari suaka telah meningkat secara signifikan di Jerman, demikian menurut hasil studi terbaru Universitas Leipzig.
Hampir 55 persen warga Jerman mengklaim bahwa mereka merasa seperti orang asing di negara mereka sendiri karena sejumlah besar Muslim. Pada tahun 2010, sebelum krisis pengungsi, hanya terdapat 33 persen responden berbagi pandangan semacam ini.
Penelitian ini juga mengungkapkan bahwa xenofobia semakin tersebar luas di seluruh wilayah Jerman.
Sekitar 36 persen dari responden mengatakan mereka menganggap Jerman akan dibanjiri oleh orang-orang asing.
Lebih dari seperempat dari diantara mereka meyakini orang asing harus dikirim kembali ke negara asal mereka jika terjadi kelangkaan lapangan pekerjaan di Jerman.
Profesor Elmar Braehler, yang melakukan penelitian bersama dengan Dr. Oliver Decker mengatakan, xenophobia dan prasangka terhadap umat Islam telah memicu lonjakan dukungan terhadap partai berhaluan sayap kanan, Alternatif untuk Jerman (AfD)
“Orang-orang dengan pandangan sayap kanan kini berpaling dari Persatuan Demokrat Kristen (CDU) dan Partai Sosial Demokrat(SPD) […] dan menemukan rumah baru di AfD,” pungkasnya.
Dengan mengadopsi dan mengeksploitasi retorika anti-Islam dan anti-migran, AfD berpendapat bahwa negara itu berada di bawah ancaman “Islamisasi”, terutama setelah hampir satu juta pengungsi – sebagian besar dari Suriah dan Irak – tiba di negara itu sejak tahun 2015.
Jerman, merupakan negara berpenduduk lebih dari 81 juta jiwa, dan memiliki populasi Muslim terbesar kedua di Eropa Barat setelah Prancis. Di Jerman terdapat sekitar 4,7 juta Muslim, 3 juta berasal dari Turki.
Dalam beberapa tahun terakhir, negara ini mengalami peningkatan signifikan soal Islamophobia dan kebencian terhadap para migran yang dipicu oleh propaganda dari partai-partai sayap kanan dan populis, yang telah mengeksploitasi ketakutan atas krisis pengungsi dan terorisme.[IZ]