BERLIN, (Panjimas.com) — Pemerintah dan Parleman Jerman menuntut pemerintah Cina untuk mengakhiri kebijakan represif terhadap Muslim Uighur di wilayah Xinjiang, bagian Barat Laut China.
Michael Brand, anggota Parlemen senior dari Partai Demokrat Kristen, Christian Democratic Union (CDU) partai Kanselir Angela Merkel, berjanji bahwa pemerintah Jerman akan terus mengangkat permasalahan hak asasi manusia dalam pembicaraan dengan para pejabat China.
“Dengan dalih perang melawan terorisme, penindasan brutal dan pelanggaran hak asasi manusia terus berlanjut di Xinjiang,” tukasnya.
Brand mengkritik pemerintah China karena mengklaim bahwa kamp pengasingan sebenarnya adalah “pusat pendidikan kejuruan”. Ia pun menekankan bahwa penjelasan semacam itu jauh dari masuk akal.
Sementara itu, mitra koalisi Kanselir Merkel, Partai Sosial Demokrat (SPD) mendukung seruan terhadap China untuk menutup kamp-kamp itu.
“Ketika kami membaca laporan Human Rights Watch, kami mendapat kesan bahwa Xinjiang telah menjadi penjara terbuka,” pungkas anggota parlemen SPD Frank Schwabe.
“Kami ingin transparansi penuh. Kami ingin memiliki kesempatan bagi semua badan PBB untuk dapat mengunjungi Xinjiang. Kami menyerukan kepada China untuk menutup kamp-kamp ini, ” imbuhnya.
Sementara, Partai Hijau (Green Party), kubu oposisi Jerman menuding pemerintah China melakukan pelanggaran HAM berat, dengan memaksakan indoktrinasi politik dan pengawasan besar-besaran di wilayah Xinjiang.
“Diperkirakan satu juta orang ditahan sewenang-wenang di kamp-kamp pengasingan di wilayah Xinjiang, Barat Laut China,” pungkas anggota Parlemen dari Partai Hijau Margarete Bause dalam debat parlemen tentang situasi hak asasi manusia di Xinjiang.
Bause mengkritik keras pihak berwenang atas tindakan keras mereka terhadap kebebasan beragama.
“Beribadah dilarang, Masjid dihancurkan. Tujuan dari semua tindakan ini adalah untuk secara sistematis menghilangkan budaya dan identitas minoritas Muslim di Xinjiang,” tandasnya.
Stefan Liebich dari kubu oposisi lainnya Partai Kiri (Left Party) mengatakan penahanan sekitar satu juta orang di kamp pengasingan di Xinjiang “tidak dapat diterima”.
Liebich mengakui bahwa kekhawatiran China atas stabilitas dan ancaman terorisme dapat dimengerti.
“Tapi hal itu tidak bisa membenarkan (kebijakan) pengawasan massal, mata-mata, kamp pengasingan dan penyiksaan,” tegasnya.[IZ]