JAKARTA, (Panjimas.com) — Ketua Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Busyro Muqaddas, menyayangkan putusan hakim Pengadilan Negeri Garut atas terdakwa kasus pembakaran bendera tauhid pada Senin (05/11) kemarin. Sebagaimana diketahui, Hakim hanya memutuskan kurungan penjara selama 10 hari dan denda Rp 2.000.
“Itu tidak (tepat), tidak peka,” ujar Busyro melalui pesan singkatnya, Selasa (6/10), dikutip dari ROL.
Busyro mengatakan bahwa, polisi, jaksa, dan hakim adalah orang-orang yang cerdas dan tajam terhadap kasus yang berdampak luas pada aspek hak-hak masyarakat dalam bidang sosial keagamaan. Kecerdasan dan ketajaman itu seharusnya, menurutnya, tecermin secara tegas di dalam berita acara pemeriksaan (BAP), tuntutan, dan vonis.
“Jika tidak, aparat penegak hukum tersebut telah menodai hakikat nilai dan dimensi ruhaniah hukum dan keadilan,” paparnya.
Oleh karena itu, mantan ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ini mengatakan, jika kemudian putusan hakim pengadilan hanya 10 hari penjara kepada pembawa bendera dan pelaku pembakaran, sama saja, ungkapnya, hukum seolah telah menghina agama.
“Ini sama saja menghina agama, masyarakat, serta hak-hak serta rasa keadilan masyarakat sekaligus menghina Pancasila,” ujar Busyro menegaskan.
Untuk diketahui, polisi menjerat F dan M selaku pembakar bendera serta U yang membawa bendera pada hari santri dengan Pasal 174 KUHP. Ketiganya dianggap telah membuat kegaduhan pada sebuah acara.
Pengadilan Garut memutuskan menjatuhkan hukuman 10 hari penjara dan denda Rp 2.000. Aksi pembakaran terjadi di hari santri nasional pada Senin, 22 Oktober 2018.[IZ]