JAKARTA, (Panjimas.com) — Pengacara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa pengajuan kasasi perkara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah didaftarkan di Mahkamah Agung RI tanggal 19 Oktober 2018 yang lalu.
Oleh karena itu menurut yusril, sampai hari ini perkara gugatan HTI melawan Menkumham RI masih berlanjut dan belum ada putusan yang mempunyai kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Hal ini dikemukakan Yusril dalam menjawab pertanyaan tertulis beberapa media di Jakarta, Ahad (28/10/2018).
Yusril Ihza Mahendra mengatakan semua pihak hendaknya menghormati proses hukum yang kini tengah berlangsung.
Berdasarkan penjelasan Yusril, HTI memang telah dicabut status badan hukumnya dan dinyatakan bubar oleh Menkumham pada bulan Juli 2018. Kemudian, HTI melakukan perlawanan ke PTUN Jakarta dan sekarang perkara sedang di Mahkamah Agung.
HTI memang dicabut status badan hukumnya dan dinyatakan bubar oleh Menkumham. “Tetapi tidak ada pernyataan atau keputusan yang mengatakan HTI adalah organisasi terlarang”, pungkasnya.
“Organisasi yang dinyatakan terlarang di negara ini hanya PKI dan underbouwnya. Bahkan Partai Masyumi yang dipaksa membubarkan diri oleh Presiden Sukarno pada tahun 1960, juga tidak pernah dinyatakan sebagai partai atau organisasi terlarang, jelas Yusril Ihza Mahendra yang pernah menulis disertasi doktor ilmu politik tentang Partai Masyumi dan Jama’at Islami Pakistan itu.
“Di negara kita ini, ormas itu ada yang berbadan hukum, ada yang tidak. HTI adalah ormas berbadan hukum “perkumpulan” atau vereneging, yang didaftarkan di Kemenkumham. Status badan hukumnya itulah yang dicabut. Jadi jika mantan pengurus dan anggota HTI melakukan kegiatan dakwah secara perorangan atau kelompok tanpa menggunakan organisasi HTI berbadan hukum, maka hal itu sah saja. Tidak ada yang dapat melarang kegiatan seperti itu”, papar Yusril.
“Bahwa kemudian ada insiden pembakaran bendera yang oleh pihak pembakar dianggap sebagai bendera HTI, penjelasan mantan Sekum dan Jubir HTI Ismail Yusanto sudah sangat jelas bahwa HTI tidak punya bendera. Bendera bertuliskan kalimah tauhid di atas kain hitam itu dianggap sebagai bendera yang dulu digunakan Rasulullah, S.A.W sehingga bisa digunakan umat Islam di mana saja”, ujar Yusril.
Yusril menambahkan penjelasan MUI kiranya juga cukup terang bahwa pada bendera yang dibakar itu tidak ada tulisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
“Bendera Bulan Bintang ya bisa digunakan siapa saja, dan itu tidak otomatis Bendera Partai Bulan Bintang” tutur Yusril yang juga Ketua Umum PBB itu.
Bendera berlambang Bulan Bintang itu hanya bisa dianggap Bendera PBB jika ada tulisan “Partai Bulan Bintang”, tukasnya.
Perihal pembakaran bendera itu sendiri, Yusril menyarankan agar diselesaikan secara musyawarah, jangan langsung dipidanakan.
“Presiden tentu dapat menengahi masalah ini dengan mengajak para ulama dan tokoh-tokoh Islam untuk mencari penyelesaian bersama” ujar Yusril.
Ia mengimbau agar sikap masyarakat kepada HTI yang telah dicabut status badan hukumnya, namun sedang diperkarakan itu, tidak perlu ada kebencian.
“Pengurus dan anggota HTI itu semuanya adalah saudara-saudara kita sesama Muslim. Bahwa ada perbedaan pendapat mengenai konsep khilafah, perbedaan seperti itu lazim dalam sejarah pemikiran Islam”, tandasnya.[IZ]