JAKARTA (Panjimas.com) – Dalam pandangan Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212, KH. Slamet Ma’arif, membela kalimat tauhid adalah kewajiban semua umat Islam. Karena kalimat tauhid adalah hal yang prinsip dan merupakan urusan akidah.
“Kalau mau masuk Islam harus membaca kalimat tauhid. Begitu juga shalat dan khutbah Jumat, jika tak pakaai kalimat tauhid tidak sah. Dan sebaik-sebaik zikir adalah kalimat tauhid. Itulah sebabnya, Rasulullah menjadi kali tauhid sebagai simbol pertempuran di medan perang,” kata Slamet dalam diskusi publik di Hptel Grand Alia, Jakarta, belum lama ini (25/10/2018).
Lebih jauh, Slamet Ma’arif menegaskan, bagi yang masih punya iman,ngaku cinta Rasul, seharusnya kecewa dan mengecam, jika melihat bendera kalimat tauhid dihinakan.” Jangankan dibakar, dinjak saja kami marah,” pungkasnya.
Lebih jauh Slamet Ma’arif mengungkapkan, jika melihat rentetan peristiwa sebelumnya, yang bubarin pengajian adalah mereka. Yang menolak kiai juga mereka, yang kriminalisasi juga mereka. Bahkan, yang secara terbuka mendukung penista agama juga mereka. Kini, Allah bukakan yang lebih besar lagi, sehingga umat jadi tahu siapa mereka sesungguhnya.
“Bagaimana bencinya mereka terhadap simbol Islam. Jika melihat aksinya membakar bendera tauhid, sambil jejingkrakan, mereka mirip PKI ketika membunuh pahlwan revolusi,” ucapnya geram.
Slamet Ma’arif menyesalkan alasan membakar bendera tauhid karena tercecer, sehingga berdalih untuk menjaga kalimat tauhid. Mereka berdalih lagi tentang larangan membawa bendera selain merah putih.
“Itu bukan tercecer, tapi direbut. Dan kenapa harus dibakar, kenapa tak dilipat saja. Saya kira itu alasan kamuflase alias akalan-kalan mereka saja. Soal larangan membawa bendera selain merah putih. Lha, disitu banyak bendera berwarna hijau, kenapa nggak dirazia dana dibakar saja bendera hijau itu sekalian,” sesalnya.
Lucunya lagi ketika aparat polisi beralasan, banser yang membakar bendera tauhid itu sebagai perbuatan yang tidak disengaja. Nggak ada niat untuk membakar. “Itu sama saja dengan alasan ketika mobil menabrak seseorang. Siapapun tidak ada orang yang berniat menabrak orang lain. Karena, yang menabrak tetap saja terjerat hukum pidana.”
Slamet Ma’arif merasa heran jika ada orang yang mengaku Islam tapi phobia terhadap simbol Islam. Mereka seperti buta bahasa Arab. Tulisan Laailaha illallah malah dibaca HTI. Bisa-bisa keranda jenazah yang terdapat tulisan tauhid itu dianggap Islam radikal.
Kalimat tauhid yang dibakar, tegas Slamet, adalah penghinaan dan penodaan terhadap Islam, apapun alasannya. Siapa yang menodai agama Islam, wajib dihukum dan dipenjara. Bahkan bisa dianggap murtad.
“Energi ini akan kembali mempersatukan umat Islam, seperti saat aksi bela Islam terhadap Ahok yang telah menodai agama. Saya sudah mengingatkan, bahwa rezim ini sangat akut kebenciannya terhadap simbol-simbol Islam. Mereka takut dan panik dengan kebangkitan Islam. Inilah adalah tanda-tanda kekalahan mereka.”
Sekali lagi, kata Slamet, bukan bendera yang kita persoalkan, melainkan ada kalimat tauhid yang dibakar, sehingga menyinggung perasaan umat Islam, bukan hanya umat Islam Indonesia, melainkan juga di seluruh dunia.
“Kami Persaudaraan Alumni 212 turun mendukung dan membela kalimat tauhid. Jangan biarkan penodaan agama terjadi di negeri muslim ini. Kami menuntut GP Ansor dan PBNU untuk minta maaf secara terbuka atas pembakaran bendera tauhid yang dilakukan anggota Banser di Garut,” harapnya. (des)