YOGYAKARTA, (Panjimas.com) — Ketua Umum PP Muhammadiyah Dr. Haedar Nashir mempertegas sikap Pimpinan Pusat Muhammadiyah atas insiden pembakaran bendera bertuliskan kalimat Tauhid di Garut. Hal ini disampaikannya dalam Pertemuan dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla beserta seluruh Pimpinan Ormas Islam dan Majelis Ulama Indonesia di kediaman Wapres, Jumat (26/10) malam.
Menurut Haedar, ada tiga poin pandangan dan sikap yang disampaikan oleh Haedar mewakili Muhammadiyah dalam forum silaturahmi pimpinan Ormas Islam Jumat (26/10) malam.
Pertama, kenyataan dan fakta yang tidak terbantah bahwa telah terjadi pembakaran bendera bertuliskan lafadz “Laa Ilaaha Illa Allah” di Limbangan Garut yang menimbulkan reaksi keras dan luas di masyarakat karena menyangkut hal sensitif dalam diri umat Islam yang harus diredam dan dicari penyelesaian yang sebaik-baiknya.
Kedua, Haedar menegaskan, jika HTI dan organisasi lain yang dilarang oleh pengadilan sesuai UU Ormas yang berlaku telah memperoleh ketetapan hukum maka perlu kepastian institusi siapa yang harus melaksanakan eksekusi, termasuk terhadap simbol atau atribut organisasinya berdasarkan ketentuan yang berlaku.
“Tidak dibenarkan ada ormas atau institusi non negara atau di luar aparat penegak hukum yang melakukan eksekusi, apalagi dengan caranya sendiri yang menimbulkan reaksi di ruang publik”, pungkas Haedar.
Ketiga, menurut Haedar, bahwa Muhammadiyah tetap meminta agar kasus pembakaran bendera tersebut diselesaikan secara hukum yang adil, objektif, dan seksama.
“Jadi nantinya jangan sampai terjadi misalnya pembawa bendera yag diproses hukum, sementara pelaku pembakaran tidak diproses secara hukum”, imbuhnya, dikutip dari Suara Muhammadiyah.
Oleh karena itu, dalam menghadapi masalah ini, Haedar berharap, semua pihak harus berjiwa besar dan tidak mengembangkan pikiran dan sikap yang apologi dalam menghadapi dan menyelesaikan kasus pembakaran bendera tersebut. Namun masyarakat khususnya umat Islam juga harus tenang dan dewasa dalam menghadapi masalah ini demi kemaslahatan semua.
Haedar menegaskan bahwa apa yang dinyatakan Muhammadiyah maupun Majelis Ulama Indonesia yang menyatakan penyesalan dan keprihatinan atas pembakaran bendera tersebut mengandung pesan agar dihormatinya kalimat “Laa Ilaaha Illa Allah” yang bagi umat Islam memang hal yang sensitif. Selebihnya agar umat Islam tenang dan tidak berlebihan dalam mereaksi kejadian yang tidak menyenangkan itu. Sebab reaksi umat sudah sedemikian keras dan luas.
Tampak hadir dalam pertemuan yang berlangsung 2,5 jam ini, Mensesneg Pratikno, Menag Lukman Hakim, Panglima TNI Hadi Tjahjanto, dan Kapolri Tito Karnavian. Turut hadir pula tokoh Islam Din Syamsuddin, Komaruddin Hidayat, Azyumardi Azra, Nazaruddin Umar serta Ketua-ketua Ormas Islam lainnya.[IZ]