NEW YORK, (Panjimas.com) — Kepala Bantuan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengungkapkan indikasi bahaya dalam pertemuan Dewan Keamanan Selasa (23/10). Menurutnya, setengah penduduk Yaman akan segera berada di tepi jurang kelaparan.
Mereka bergantung sepenuhnya pada bantuan kemanusiaan untuk tetap bertahan hidup.
“Sekarang sudah tampak jelas akan terjadi bahaya kelaparan besar dan segera di Yaman: jauh lebih besar daripada apa yang para ahli di lapangan lihat dalam menjalankan profesi mereka selama ini,” ujar Mark Lowcock.
Ia menggambarkan skala dari apa yang sedang dihadapi Yaman, dengan jumlah penduduk sebanyak 14 juta jiwa, “mengagetkan” mengingat hanya ada dua bencana kelaparan yang telah dinyatakan di dunia dalam 20 tahun terakhir, yakni di Somalia tahun 2011 dan di Sudan Selatan tahun lalu, dikutip dari Reuters
Perebutan pengaruh sedang berlangsung di Yaman antara Iran dan Arab Saudi. Koalisi militer pimpinan Saudi terlibat di Yaman pada tahun 2015, dengan mendukung pasukan pemerintah memerangi kelompok Houthi yang bersekutu dengan Iran. Sementara, Iran terus membantah memasok senjata ke Houthi.
Mark Lowcock mengatakan PBB saat ini mengoordinasikan pengiriman bantuan bagi sebanyak delapan juta rakyat Yaman, dan menyatakan krisis kemanusiaan telah diperdalam krisis ekonomi dan pertempuran yang berlanjut di sekitar pelabuhan kunci Hudaydah di negara itu. Yaman biasanya mengimpor 90 persen pangannya.
Ia mengimbau gencatan senjata bagi kemanusiaan, perlindungan pasokan makanan pokok dan bahan-bahan penting di seluruh negara itu, suntikan mata uang asing lebih besar dan cepat ke dalam perekonomian melalui bank sentral, meningkatkan pendanaan dan dukungan kemanusiaan, dan bagi pihak-pihak yang berperang untuk melakukan pembicaraan perdamaian.
Perang Yaman, ‘Neraka’ Bagi Anak-Anak
UNICEF baru-baru ini mengungkapkan fakta memprihatinkan perihal konflik Yaman. Perang yang telah berlangsung lebih tiga tahun itu telah memporakporandakan negeri.
“Konflik telah membuat Yaman seperti neraka bagi anak-anaknya,” pungkas Meritxell Relano, Perwakilan UNICEF di Yaman, dikutip dari Reuters.
Di bangsal bagi pasien yang menderita kekurangan gizi sebuah rumah sakit di Sana’a, ibu kota Yaman, para dokter menimbang berat badan bayi-bayi yang tulang-belulangnya tampak terlihat dengan alat seadanya.
Sebanyak 20 anak, yang sebagian besar berusia dua tahun, dirawat di bangsal Rumah Sakit Sab’een, mereka termasuk di antara ratusan ribu anak-anak yang menderita kekurangan gizi akut di negara miskin nan penuh konflik tersebut.
Relano mengatakan lebih 11 juta anak-anak Yaman menghadapi ancaman kekurangan pangan, penyakit, dan ketiadaan akses ke layanan sosial dasar. Jumlah tersebut mencapai 80 persen dari jumlah populasi penduduk negara itu yang berusia di bawah 18 tahun.
“Sekitar 1,8 juta anak-anak kekurangan gizi di negara itu. hampir 400 ribu di antara mereka menderita kurang gizi akut dan mereka berperang untuk bertahan hidup setiap hari,” ujar Meritxell Relano.
Konflik Yaman telah menimbulkan krisis kemanusiaan di negara yang berpenduduk 28 juta jiwa itu, 8,4 juta orang diantaranya diyakini berada di ambang kelaparan dan 22 juta sangat bergantung pada bantuan kemanusiaan.
Yaman yang kini menjadi negara miskin, tetap berada dalam keadaan kacau sejak tahun 2014, ketika milisi Syiah Houthi dan sekutunya menguasai ibukota Sanaa dan bagian-bagian lain negara ini.
Sejak Maret 2015, koalisi internasional yang dipimpin Saudi telah memerangi pemberontak Syiah Houthi yang disokong rezim Iran dan pasukan-pasukan yang setia kepada mantan Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, Arab Saudi dan sekutu-sekutu negara Muslim Sunni meluncurkan kampanye militer besar-besaran yang bertujuan untuk mengembalikan kekuasaan yang diakui secara internasional dibawah Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Arab Saudi dan para sekutunya melihat milisi Houthi sebagai proxy kekuatan Iran di dunia Arab. Koalisi militer Arab yang dipimpin oleh Saudi di Yaman terdiri dari Koalisi 10 negara yakni Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab, Qatar, Bahrain, Yordania, Mesir, Maroko, Sudan, dan Pakistan.
Sejumlah organisasi hak asasi manusia telah menuding Kerajaan Saudi terlibat kejahatan perang sebagai akibat dari kampanye pengebomannya yang dapat dianggap sembarangan dan menyebabkan kerusakan berlebihan pada negara tersebut termasuk jumlah korban tewas yang cukup tinggi.
Menurut pejabat PBB, lebih dari 10.000 warga Yaman telah tewas akibat konflik berkepanjangan ini, sementara itu lebih dari 11 persen dari jumlah penduduk negara itu terpaksa mengungsi, sebagai akibat langsung dari pertempuran yang tak kunjung usai. Untuk diketahui, lebih dari setengah total korban adalah warga sipil. sementara 3 juta lainnya diperkirakan terpaksa mengungsi, di tengah penyebaran malnutrisi dan penyakit.[IZ]