JAKARTA, (Panjimas.com) – Menyikapi terjadinya pembakaran bendera tauhid di Garut oleh beberapa oknum Banser. Insiden ini jadi viral dan menjadikan banyak umat Islam merasa dirugikan.
Pemuda PUI (Persatuan Umat Islam) mengganggap umat seperti saling berhadap-hadapan dalam kepentingan yang sempit. Saling hujat, caci maki yang tidak terkendali terus menggerus nilai-nilai ajaran agama yang menebar kasih sayang.
Yang dikhawatirkan perpecahan dan konflik antar elemen bangsa. Kabar yang terus berkembang tanpa konfirmasi (tabayun), disebarkan melalui media sosial mulai mengarah kepada stigmatisasi kelompok terlarang. Membela sakralitasnya tauhid distigmatisasi negatif.
“Pemuda PUI menyesali atas terjadinya insiden itu. Semestinya hari santri dimaknai sebagai hari bersejarah bagi santri atas jasanya membela NKRI dan memerdekakan Indonesia dari penjajah.” Ujar Ketua Pemuda PUI Raizal Arifin, Rabu, (24/10).
Insiden pembakaran bendera tauhid “Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah” adalah tindakan ceroboh yang dapat membuat resah di masyarakat Islam. Sebab, kalimat tauhid bagi umat Islam adalah sakral. Bukan milik kalangan tertentu.
Untuk menghindari menghindari tindakan-tindakan destruktif yang melanggar norma hukum, sosial dan kemasyarakatan. Pemuda PUI meminta aparat kepolisian untuk memproses sesuai hukum yang belaku dengan keadilan seadil-adilnya.
“Demi menjaga persatuan dan kesatuan ummat. Pemuda PUI meminta kepada para tokoh masyarakat, tokoh agama untuk meredam gejolak sosial yang bisa membahayakan persatuan dan kesatuan ummat.” tambahnya.
Terakhir Pemuda PUI berpesan, kepada semua pihak agar bisa menghindari aksi-aksi provokasi, intimidasi dan main hakim sendiri sebagai bentuk pencegahan adanya konflik yang lebih besar. [RN]