JAKARTA (Panjimas.com) — Pejuang Subuh menyesalkan tindakan dari oknum Banser yang membakar bendera tauhid pada acara peringatan Hari Santri Nasional di Garut pada Senin, 22 Oktober 2018. Bisa dikatakan bahwa ini telah mencoreng muka Indonesia sebagai sebuah negara yang beradab dan yang di Pembukaan UUD 45 menyebutkan “… pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia …”
Dalam siaran pers yang diterima Panjimas, Selasa, 23 Oktober 2018, Pejuang Subuh meminta agar semua pihak terlebih muslim Indonesia bersatu. Persoalan keummatan ini sudah semestinya mampu diselesaikan oleh ummat Islam sendiri.
“Saat ini bisa dikatakan kita jauh dari persatuan ummat. Ummat Islam harus sadar bahwa “kewarganegaraan iman” kita harus lebih tinggi daripada fanatisme kelompok, golongan dan ashabiyah lainnya,” kata
Ketua Yayasan Pejuang Subuh Indonesia, Miskam Ayla.
Pejuang Subuh juga mengharapkan agar Negara turun tangan dalam kondisi seperti ini. Negara mesti memahami dan bijak terhadap pemikiran Islam dan pergerakan politik Islam sejak Indonesia belum ada hingga sekarang. Sehingga dapat terlihat sebuah corak pandang yang terang dan benderang serta helicopter view dalam melihat persoalan bangsa ini.
Ekses seperti pembakaran Bendera Tauhid ini patut diduga adalah sebuah puncak gunung es yang kedalamannya tidak kita ketahui. Jika ini berlarut-larut maka Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita sayangi dan banggakan akan menjadi sejarah dan cerita sebelum tidur anak cucu kita.
Untuk itulah Pejuang Subuh meminta Ulama, tokoh bangsa, ninik mamak, sesepuh pinisepuh, cerdik pandai dan tokoh lintas pemikiran serta kepercayaan mesti duduk bersama dan membahas ini secara lebih serius agar persoalan keummatan ini tidak menjalar menjadi sebuah situasi perang horisontal yang tidak diharapkan.
“Pertikaian politik dengan menggunakan eksploitasi issue yang menghasilkan keuntungan politik salah satu pihak sudah semestinya dihentikan. Negara ini mesti hidup jauh lebih lama dari sekedar eksploitasi politik jangka pendek.” (des)