JAKARTA, (Panjimas.com) — Beredarnya berita di media sosial (medsos) tentang adanya demontrasi bersenjata tajam oleh sekelompok preman yang menghadang kedatangan Habib Bahar dan Habib Hanif di Bandara Sam Ratulangi, Manado, Sulawesi Utara, pada hari Senin (15/10) sore, membuat beberapa pihak prihatin dan mengutuk keras kejadian tersebut.
Menurut informasi yang dihimpun, mereka adalah massa Projo. Sebagian dari mereka bahkan dengan pongah menenteng dan memamerkan senjata tajam yang terhunus (pedang, dll). Padahal di lokasi depan bandara tersebut banyak aparat polisi namun mereka diam saja tanpa tindakan apapun.
Wakil Ketua Komisi Hukum Majelis Ulama Indonesia, Anton Tabah Digdoyo turut angkat bicara mengenai kejadian intoleran tersebut.
“Unjuk rasa itu diatur secara rinci oleh Undang Undang (UU) dan Indonesia adalah negara hukum, dimana Warga Negaranya wajib taat kepada UU yang berlaku. Dalam UU tersebut, area bandara adalah wilayah yang harus aman/steril dari unjuk rasa bahkan steril dari selain petugas apalagi dari orang orang yang bersenjata,” tutur Anton Tabah kepada Panjimas.
Menurut pengurus MUI Pusat yang juga Dewan Pakar ICMI itu, jika betul ada penghadangan terhadap ulama oleh kelompok tertentu di area bandara. Maka ini jelas jelas adalah suatu bentuk pelanggaran hukum dan UU yang sangat berat
Dalam UU Nomor 9 Tahun 1998, pasal 9 (1+2+3) UU No.1 Tahun 2009 tentang Penerbangan pasal 210 : “Setiap orang dilarang berada di daerah tertentu di bandara, membuat halangan (obstacle), dan/atau lakukan kegiatan lain di kawasan operasional penerbangan yang membahayakan keselamatan dan keamanan penerbangan, kecuali atas izin otoritas bandara. Pidana juga dendanya cukup berat. Dalam pasal 421 (2) hukumannya adalah 3 tahun penjara dan denda 1 Miliar rupiah”
Selain itu dalam surat edaran Menteri Perhubangan nomor 15 tahun 2017 disebutkan, bahwa bandara, pelabuhan, stasiun kereta api, terminal angkutan itu obyek vital transportasi. Sehingga tempat tersebut harus dilindungi dari gangguan keamanan dan dilarang untuk melakukan aksi unjuk rasa.
Menurut Anton Tabah, sudah sangat jelas itu Undang Undangnya dan aturannya yang ada. Kenapa di era saat ini Undang-Undang mudah saja dilanggar dan diulangi lagi, Ia mempertanyakan mengapa aparat juga melakukan pembiaran kejadian tersebut.
“Hal ini yang sangat kami sesalkan dari pihak MUI dan juga seluruh rakyat Indonesia. Sangat menyesalkan dengan pembiaran pembiaran terhadap pelanggaran UU tersebut. NKRI akan kacau balau bahkan hancur kalau begini,” pungkas mantan jenderal polisi itu.[ES]