JAKARTA, (Panjimas.com) — Salah satu kapal TNI AL yang diterjunkan Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut (Pushidrosal), KRI Spica-934 menemukan adanya longsoran dasar laut pada kedalaman 200-500 m di Tanjung Labuan/Wani Teluk Palu saat melakukan survei dan pemetaan pasca gempa dan tsunami di perairan Teluk Palu.
Kapushidrosal Laksamana Muda TNI Harjo Susmoro, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Jumat (12/10), mengatakan, hasil data ini diperoleh KRI Spica setelah melakukan survei ‘full covered’ dengan menggunakan Multibeam Echosounder EM-302 yang mampu mengukur kedalaman hingga 6000 M di dalam Teluk Palu.
Hasil yang diperoleh Tim Pushidrosal ini, ujar Harjo Susmoro, dibenarkan oleh Pakar Tsunami Dr. Gegar Sapta Prasetya dan Dr. Rahman Hidayat yang ikut on board di KRI Spica dan menyebutnya sebagai “submarine slumps” yang diperkirakan sebagai asal kekuatan tsunami tersebut.
Laksmana Muda Harjo yang juga merupakan Indonesia Chief Hydrographer ini menjelaskan, KRI Spica juga mengecek kemungkinan adanya spot kedangkalan di mulut teluk dan menambah area pemeruman di luar perairan Teluk Palu.
“Hal ini bertujuan memperkuat data untuk pembuatan peta tematik mitigasi bencana,” papar Kapushidrosal, dikutip dari Antara.
Data akuisisi terbaru dari Pushidrosal tentunya dapat memberikan informasi dasar laut yang lebih detail mengingat kemampuan “Multibeam Echosounder” yang digunakan menghasilkan sapuan “batimetri full coverage”. Setiap perubahan topografi dasar laut dapat digambarkan dengan lebih jelas.
Bagi pemerintah pusat, imbuh Harjo, data dan informasi ini menjadi dasar membuat kebijakan bagaimana melakukan prediksi proses-proses geologi ke depannya serta menjadi informasi penting dalam usaha mitigasi bencana pasca gempa disertai tsunami dimasa yang akan datang.
Sedangkan bagi Pemerintah Daerah di Provinsi Sulteng dan Pemkot Palu, data tersebut dapat digunakan dalam perencanaan pembangunan kembali infrastruktur disekitar pesisir serta penataan kembali rencana detail tata ruang.
Kapushidrosal menyebutkan, longsoran tanah di bawah laut ini sangat sulit diprediksi meski berbagai alat deteksi dini telah dipasang.
“Terkadang ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu menjelaskan seluruh kejadian dipermukaan bumi ini. Sebagai bangsa yang berkeyakinan adanya kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa, hendaknya tidak mengabaikan akan kekuasan dan ketetapan-Nya, maka hendaknya upaya yang harus kita lakukan adalah dengan berusaha semakin mendekatkan diri kepada-Nya dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita agar bisa dihindarkan dari berbagai bencana alam yang sekarang dirasa semakin meningkat,” jelas Harjo mengingatkan.[IZ]