PARIS, (Panjimas.com) — Pemerintah Prancis baru-baru ini menyita aset-aset Dinas Intelijen Iran dan dua warga Iran, menyusul terbongkarnya rencana serangan bom terhadap kelompok oposisi Iran yang mengadakan pertemuan di luar Paris pada Juni lalu.
“Sebuah serangan yang dicoba di Villepinte digagalkan pada 30 Juni. Sebuah insiden yang semacam kegawatan di wilayah nasional kami tidak bisa dibiarkan begitu saja,” demikian menurut Kementerian Luar Negeri Prancis, Kementerian Dalam Negeri Prancis, dan Kementerian Perekonomian Prancis dalam pernyataan bersama, Selasa (02/10), dikutip dari Reuters.
Serangan itu menargetkan pertemuan Dewan Perlawanan Nasional Iran (NCRI) yang berpusat di luar kota Paris. Pengacara Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump Rudy Giuliani dan beberapa mantan Menteri Eropa serta Arab menghadiri pertemuan tersebut.
Rencana serangan bocor ketika seorang diplomat Iran yang terakreditasi di Austria ditangkap di Jerman. Kemudian, dua orang lainnya yang memiliki bahan peledak ditangkap di Belgia. Pada Senin (01/10), Pengadilan Jerman memutuskan diplomat yang ditangkap itu dapat diekstradisi ke Belgia.
Dua aset yang dibekukan tersebut milik dua individu teridentifikasi sebagai Assadollah Asadi dan Saedi Hashemi Moghadam. Satu unit dalam Dinas Intelijen Iran juga dibidik.
Meskipun demikian, Pemerintah Prancis tidak memberikan rincian tentang aset yang terlibat. Mereka hanya menyebut langkah-langkah yang diambil telah ditargetkan dan proporsional.
Pembekuan aset telah membuat hubungan diplomatik antara Teheran dan Paris memanas. Hal ini berdampak lebih luas lagi bagi Iran. Prancis telah menjadi salah satu pendukung kuat kesepakatan nuklir Iran, bahkan setelah AS memutuskan hengkang dari kesepakatan tersebut.
Sementara itu, Pemerintah Iran kini sedang mencari dukungan Eropa guna menyelamatkan kesepakatan nuklir pasca mundurnya AS. Dukungan Eropa dibutuhkan agar Iran tetap mampu menjalin transaksi ataupun kerja sama ekonomi di bawah bayang-bayang sanksi AS.[IZ]