Sulteng (Panjimas.com) — Korban tewas akibat gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah bertambah menjadi 1.234 Orang. Selain itu, sebanyak 799 orang mengalami luka berat. Mereka tengah dirawat di rumah sakit. Informasi tersebut berdasarkan data yang dihimpun Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Selasa (2/10/2018) pukul 13.00 WIB.
“Korban meninggal dunia disebabkan gempa terutama karena tertimpa reruntuhan bangunan dan tersapu tsunami,” ucap Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho saat jumpa pers di Gedung BNPB, Jakarta, Selasa.
Sutopo mengatakan, korban meninggal berasal dari Palu, Donggala, Parigi Moutong, dan Sigi. Pihaknya sulit untuk merinci jumlah korban tewas tiap daerah karena jenazah langsung dibawa ke rumah sakit begitu ditemukan.
Sutopo menambahkan, sebagian korban sudah dimakamkan pada Senin kemarin. Pemakaman massal juga akan dilakukan hari ini. Seluruh jenazah diidentifikasi terlebih dulu sebelum dimakamkan.
Dana Khusus Bencana Alam
Sementara itu, pemerintah pusat sedang merancang pos dana khusus untuk bencana alam pada postur APBN. “Saat ini sedang kami pikirkan, finalkan, dan dimulai pada 2019,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Selasa (2/10/2018).
Dana khusus untuk bencana alam itu adalah anggaran yang disisihkan pemerintah pusat pada APBN setiap tahunnya. Apabila tak ada bencana alam dalam skala tertentu, tentunya dana itu meningkat setiap tahunnya. Dana itulah yang digunakan apabila terjadi bencana alam di Indonesia. “Kalau suatu daerah terkena bencana dengan skala tertentu, jumlah korbannya tertentu, dengan tingkat kerusakan tertentu, mereka langsung mendapatkan tambahan anggaran itu,” ujar Sri.
Saat Bencana Dana khusus bencana alam ini berbeda dengan dana darurat kebencanaan yang selama ini menjadi salah satu sumber pendanaan kegiatan penanganan bencana alam. Bedanya, dana darurat kebencanaan jumlahnya ditentukan setiap tahun alias tidak ada penambahan signifikan. Selain itu, dana itu juga hanya dapat digunakan oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
Sementara, selain meningkat jumlahnya setiap tahun, dana khusus untuk bencana alam tidak hanya dapat digunakan BNPB, melainkan langsung oleh pemerintah daerah yang terdampak bencana. “Ini kita meniru pola pembiayaan yang ada di Meksiko dan negara-negara Karibia yang sering terkena badai topan. Kalau mereka terkena tsunami atau topan, anggaran mereka bisa habis,” ujar Sri.
Apabila pemerintah daerah merasakan manfaatnya, ke depan nanti, Sri mengatakan tak menutup kemungkinan dana khusus bencana alam itu bersumber pula dari iuran dari pemerintah daerah sendiri. “Kalau mereka melihat manfaatnya. Tapi kalau sekarang masih ditanggung pemerintah pusat,” ujar Sri. (des)