JAKARTA, (Panjimas.com) – Ada sebuah kesaksian yang dikisahkan oleh Dr Eka Erwansyah, seorang Dosen Kedokteran Universitas Hasanudin yang menjadi anggota Tim Relawan.
“Bencana Palu dalam pandangan saya bukan hanya bencana luar biasa, tapi sungguh sangat luar biasa,” katanya Senin, (1/10).
Menurut dirinya biasa dalam suatu bencana hanya ada 1 atau 2 “pembunuh”. Biasanya gempa saja, atau Gempa plus tsunami. Tapi yang terjadi pada Gempa Palu ada 3 “pembunuh” disana.
Kalau yang terjadi bencana Aceh itu didahului gempa tapi “sang pembunuh” sebenarnya adalah hanya 1 yaitu adanya terjangan Tsunami.
“Nah yang terjadi di Palu itu ada tiga sang pembunuh yakni : gempa, tsunami dan lumpur,” kata Dr Eka.
Akibat Gempa banyak korban yang tertimbun reruntuhan bangunan yang roboh akibat gempa. Sedangkan karena tsunami itu sekitar 1000 orang disekitar pantai yang sedang dalam persiapan Festival Nomini itu tersapu oleh terjangan tsunami.
Sedangkan karena bencana lumpur itu ada perkampungan yang hilang akibat lumpur yang menyembur dari dalam bumi dan dalam sekejap menenggelamkan 1 perkampungan dan diperkirakan ada sekitar 700 orang yang terkubur hidup hidup dalam lumpur. Ada juga sekitar 200 orang siswa SMA sedang kemah juga terkubur dalam lumpur yang tiba tiba menyembur dan menimbun mereka.
“Kebetulan saya dan teman teman yang tergabung dalam Tim DVI Universitas Hasanudin (Unhas) sudah berada di lokasi sejak kemaren pagi. Kampung yang hilang itu adalah Kampung Petobo, daerah Sigi,” ujarnya.
Kemarin saat yang menghimpun data ante mortem korban, Dr Eka pun tidak kuasa untuk menahan tangisnya melihat kejadian itu.
Seorang Bapak yang melaporkan anaknya yang hilang. Beliau curhat kepada dirinya. Ketika itu bapak itu mengantarkan anaknya mengaji. Rumahnya dan rumah tempat mengaji hanya dipisahkan oleh jembatan.Begitu anaknya didrop, dia balik ke rumahnya. Baru mau masuk ke rumah tiba tiba mendengar bunyi bbluuumm.
“Bapak itu pun balik badan dan hanya melihat hamparan tanah kosong berlumpur. Kemana perginya rumah rumahnya satu perkampungan? Hanya dalam hitungan detik hilang begitu saja ditelan bumi,” pungkas Dr Eka menahan sedih. [ES]