KAIRO, (Panjimas.com) — Pengadilan Mesir baru-baru ini memerintahkan agar penyidikan ulang dilakukan terhadap pemimpin Ikhwanul Muslimin (IM) Mohamed Badie dan para tokoh senior IM mulai 7 Oktober, demikian menurut sumber peradilan Mesir, Ahad (30/09), dikutip dari MENA.
Pemeriksaan ataupun penyidikan ulang Mohamed Badie beserta 13 orang lainnya itu terkait kasus pada 2015 dimana mereka diganjar hukuman seumur hidup atas kekerasan antara para pendukung dan musuhnya.
Bentrokan terjadi di markas Ikhwanul Muslim pada hari-hari sebelum dan setelah Mohamed Morsi digulingkan dari jabatannya sebagai presiden.
Sementara itu, empat orang lainnya dijatuhi hukuman mati dalam kasus yang sama.
Mohamed Badie divonis hukuman mati dan hukuman penjara seumur hidup dalam serangkaian persidangan sejak militer Mesir menggulingkan Mohamed Morsi, dari Ikwanul Muslimin, pada Juli 2013.
Dakwaan-dakwaan baru yang dikenakan terhadap para tokoh senior itu antara lain “ikut serta dalam penghasutan dan bantuan … dalam memukuli para pengunjuk rasa” dengan imbalan mendapatkan uang dan pasokan senjata.
Dua orang lainnya didakwa atas serangan, yang hingga menewaskan orang-orang, atau melakukan pengrusakan dan memiliki senjata, demikian menurut laporan MENA.
Tidak ada penjelasan soal mengapa dakwaan-dakwaan tersebut diubah tapi menurut hukum Mesir, dakwaan bisa diubah jika ada bukti baru.
Pemeriksaan baru yang diperintahkan Pengadilan Pidana Kairo itu hanya dikenakan terhadap mereka yang ditahan dan bukan yang disidangkan tanpa kehadiran.
Khairt al-Shater, tokoh senior lainnya di Ikhwanul Muslimin yang dianggap kalangan luas sebagai salah satu pembuat strategi kelompok tersebut, berada di antara mereka yang diadili kembali, tulis MENA.
Pasca Morsi digulingkan melalui kudeta militer berdarah, Mesir melancarkan penumpasan terhadap gerakan Islamis, tertua dan paling teroganisasi, itu hingga menewaskan ratusan pendukungnya, memenjarakan ribuan pendukung serta menetapkan kelompok itu sebagai organisasi teroris dan terlarang.
Ikhwanul Muslimin menyatakan gerakan yang diusungnya bersifat damai dan membantah memiliki kaitan dengan serangan-serangan milisi, dikutip dari Reuters.
Ratusan Warga Mesir Divonis Hukuman mati
Ratusan warga Mesir telah divonis hukuman mati sejak 3 Juli 2013, saat Mohamed Morsi, Presiden sekaligus pemimpin senior Ikhwanul Muslimin, digulingkan dan dipenjarakan dalam sebuah kudeta militer berdarah.
Salah satu vonis hukuman paling terkenal yang dikeluarkan oleh Pengadilan Pidana Minya pada bulan Maret 2014, adalah ketika 529 orang – termasuk pemimpin tertinggi Ikhwanul Muslimin Mohammed Badie – dijatuhi hukuman mati secara massal.
Banyak dari vonis hukuman ini kemudian dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Mesir setelah upaya-upaya banding oleh pengacara para terdakwa.
23 orang, diantara mereka bagaimanapun, masih divonis hukuman mati, dan apabila Presiden Abdel Fattah al-Sisi menyetujui hukuman tersebut, mereka akan segera dieksekusi dengan cara digantung.
Namun, banyak pengamat mengatakan Presiden As-Sisi tidak akan memberikan grasi. Abdel Fattah al-Sisi sebelumnya merupakann Menteri Pertahanan, dan aktor intelektual yang mempelopori kudeta militer berdarah Mesir.
Ezzet Ghoneim, Direktur Jaringan Hak dan Kebebasan Mesir, mengatakan bahwa kecenderungan rejim al-Sisi untuk mengeluarkan hukuman mati sepertinya tidak akan berubah jika tidak ada reorientasi kebijakan yang dramatis, jelasnya saat berbicara dengan Anadolu Ajensi.
Dari 23 orang yang sekarang menunggu eksekusi mati, 2 diantaranya dijatuhi hukuman mati karena dituduh memicu tindak “anarki dan kekerasan” selama aksi demoinstrasi pro-Morsi pada pertengahan 2013; 4 orang lainnya karena diduga melakukan serangan bom mematikan; 6 orang karena diduga membunuh seorang perwira polisi dan hakim pada tahun 2014; 1 orang karena diduga terlibat dalam “tindakan kekerasan” setelah kudeta; Dan 10 orang karena diduga terlibat dalam perkelahian mematikan saat pertandingan sepak bola di Port Said pada tahun 2012.
Sejak kudeta di pertengahan 2013, total 8 hukuman mati telah dilaksanakan oleh pihak berwenang.
1 orang dieksekusi Desember lalu karena diduga membunuh 25 tentara, sementara 6 orang lainnya digantung pada Mei 2015 karena diduga membunuh tentara dan menjadi anggota kelompok teroris dengan dugaan hubungan dengan Islamic State (IS).
Kasus terakhir mendapat kritik luas, namun, karena beberapa dari mereka yang dituding melakukan aktivitas teroris, dilaporkan berada di dalam tahanan Kementerian Dalam Negeri pada saat kejadian tersebut.
Hukuman mati pertama yang dilakukan di masa rejim al-Sisi berlangsung pada bulan Mei 2015, ketika Mahmoud Ramadan, anggota Ikhwanul Muslimin, dieksekusi mati karena diduga melemparkan seorang pemuda dari sebuah atap di Alexandria setelah kudeta berdarah.
Selain 23 orang yang sekarang berada di deretan daftar tunggu hukuman mati, tidak ada angka resmi berapa hukuman mati yang dikeluarkan secara keseluruhan oleh Pengadilan Tinggi Mesir. Namun kelompok hak asasi manusia mengatakan ratusan orang telah dijatuhi hukuman mati sejak kudeta militer berdarah tersebut.
Pihaknya masih menunggu pengadilan meninjau kembali tuntutan banding yang diajukan oleh pengacara para terdakwa.
Pada bulan Juli tahun 2017, Pengadilan Pidana Kairo menjatuhkan hukuman mati yang diajukan terhadap 20 orang yang dituduh terlibat dalam pembunuhan seorang petugas polisi pada tahun 2013.
Dalam 4 tahun sejak penggulingan Morsi, pihak berwenang Mesir telah melakukan tindakan kekerasan tanpa henti terhadap aktifitas protes massa, hingga menewaskan ratusan pendukungnya dan memenjarakan puluhan ribu warganya di balik jeruji besi.[IZ]