JAKARTA, (Panjimas.com) — Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memetakan daerah rendaman tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah. BMKG akan membagi wilayah tersebut dalam zona aman dan zona tidak aman.
“Pemetaan ini sangat berguna bagi pemerintah daerah sebagai dasar pertimbangan rencana pembangunan tata ruang di wilayah pesisir, termasuk rencana evakuasi jika terjadi tsunami di wilayah tersebut,” ujar Deputi Bidang Geofisika BMKG Muhammad Sadly dalam keterangan tertulis, Senin (01/10).
BMKG telah mengerahkan tim sesaat setelah gempa untuk melakukan survei, dari survei makroseismik, mikroseismik, mikrozonasi, sampai survei pasca-tsunami.
Muhammad Sadly menjelaskan survei makroseismik mencakup pemantauan kerusakan di lapangan pascagempa bumi, yang diperlukan untuk memvalidasi tingkat guncangan gempa di wilayah terdampak.
Sementara survei mikroseismik dilakukan dengan memasang sensor gempa di beberapa lokasi untuk memantau gempa bumi susulan pascagempa utama.
Hasil monitoring gempa susulan akan dijadikan pertimbangan Pemerintah Daerah dalam memutuskan kapan akan memperbolehkan warga kembali lagi ke rumah mereka.
Adapun survei mikrozonasi merupakan peninjauan daerah rawan gempa bumi dalam luas tertentu. Hasil pemetaan mikrozonasi bisa menjadi pedoman pemanfaatan lahan yang aman untuk pembangunan serta hunian.
Survei pascatsunami dilakukan dengan meninjau jejak-jejak gelombang tsunami mulai dari pesisir hingga ke daratan. Sadly mengatakan survei ini sangat diperlukan untuk memvalidasi hasil modeling tsunami yang telah digunakan BMKG pada saat mengeluarkan Peringatan Dini Tsunami, dikutip dari Antara.
Sadly juga mengimbau kepada seluruh masyarakat Palu dan sekitarnya tidak mempercayai begitu saja berita tentang gempa dan tsunami yang marak beredar lewat media sosial.
“Hingga saat ini, belum ada cara ataupun teknologi untuk memprediksi secara tepat kapan dan berapa kekuatan gempa yang akan terjadi,” tandasnya.[IZ]