CIBODAS (Panjimas.com) – Ketua Umum Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) H. Usamah Hisyam saat Penutupan Jambore Nasional Da’i Parmusi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat, Kamis (27/9/2018) membacakan hasil rekomendasi Mukernas IV Parmusi terkait politik, dalam hal ini Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2019.
“Parmusi berdiri di semua kelompok masyarakat dan partai politik. Parmusi bener-bener menjadi conneting moslem, bukan merupakan underbouw parpol, juga tidak berafiliasi dengan partai politik manapun. Parmusi tetap konsisten dengan paradigmanya yang baru, dari politik oriented menjadi dakwah oriented,” kata Parmusi.
Selanjutnya, ungkap Usamah, Parmusi adalah organisasi dakwah yang independen yang berada diatas semua kepentingan partai politik. Kepentingan politik Parmusi, bukan untuk kepentingan orang per orang, tapi memenangkan Islam sebagai rahmatan lil’alamin.
“Parmusi memberi kebebasan kepada anggotanya untuk menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara dalam Pileg, Pilkada, dan Pilpres dan wapres, dengan tetap berpegang teguh pada Alquran dan hadits ,” jelasnya.
Dalam rangka memenangkan Islam, secara politik, seluruh pengurus Parmusi di semua tingkatan, termasuk dai’i-da’i Parmusi, wajib untuk menggunakan hak politiknya untuk memilih calon pemimpin yang terbaik, bukan saja baik ibadahnya, tapi juga menunaikan shalat lima waktu, dan senantiasa berjamaah di masjid, terlebih shalat Subuhnya. “Bagaimana berjuang untuk Islam, kalau kewajiban shalatnya saja tidak mau.”
Rekomendasi Mukernas selanjutnya adalah: Pengurus parmusi bertekad untuk ikut mensukseskan Pemilu yang aman, tertib dan damai dan tentram. “Rekomendasi ini bukan saya yang memutuskan, melainkan para pimpinan wilayah Parmusi. Karena itu para pengurus Parmusi di berbagai daerah harus sami’na wa’atona pada para pimpinan.”
Usamah juga mengajak anggota Parmusi untuk menjaga NKRI, bersatu padu, mencegah perpecahan umat Islam. Tak kalah penting adalah kerap membangun komunikasi dengan para ulama di daerahnya masing-masing.
Hadir dalam Penutupan Jambore Nasional Dai Parmusi, diantaranya: Bachtiar Chamsah (Ketua dewan penasiha Parmusi), Hamzah Haz (Mantan Wapres RI), Wakil Bupati Cianjur, Ketua Umum Persaudaraan Alumni 212 Ustadz Slamet Ma’arif.
Menjaga NKRI
Sebelumya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian yang hadir di acara Jambore Nasional Dai Parmusi memberikan materi kebangsaan kepada 5.000 dai untuk memperkuat rasa nasionalisme. Di awal pidatonya Tito sempat menyatakan tentang peran ormas Islam yang begitu kuat dalam membangun bangsa ini.
“Parmusi menjadi salah satu ormas Islam yang juga punya andil besar mendirikan bangsa ini. Karena kelahiran Parmusi diinisasi oleh para pejuang-pejuang kemerdekaan. Dengan begitu, wajar jika keberadaan Parmusi sangat dibutuhkan bangsa ini. Kalau dilihat dari akar genealoginya atau urutan awalnya Parmusi masuk salah satu pendiri bangsa ini. Karena banyak tokoh pergerakan kemerdekaan yang turut andil dalam cikal bakal pendirian Parmusi,” ujar Tito di Cibodas, Selasa (25/9/2018).
Setelah berapa tahun kemudian, Tito salut Parmusi sekarang sudah tumbuh menjadi organisasi besar yang anggotanya sudah terbentuk di seluruh wilayah Indonesia. Menurutnya, ini adalah capaian bagus untuk terus ditingkatkan dan diperbesar, agar keberadaan Parmusi selalu bisa dirasakan manfaatnya di masyarakat.
“Tugas para dai dan kader Parmusi sekarang adalah melanjutkan perjuangan dakwah para pendirinya menyajikan Islam yang sejuk dan penuh damai. Islam yang rahmatan lil ‘alamin,” ucap Tito.
Tito juga menyampaikan bahwa Indonesia begitu kaya dengan keanekaragaman suku dan budayanya. Kekayaan itu kata dia menjadi modal kuat bagi bangsa Indonesia ini menuju bangsa yang kuat. Namun, cita-cita itu tidak akan terwujud tanpa ada dukungan dan semangat rasa cinta air dari seluruh rakyat Indonesia. “Dai Parmusi punya tugas membentengi moral masyarakat dengan akhlakul karimah,” jelasnya.
Tito berpesan kepada para dai agar bisa menjaga keberagaman yang dimiliki bangsa ini. Islam sebagai agama mayoritas harus bisa mengayomi kelompok minoritas. Tito tidak ingin Indonesia bernasib sama dengan negara-negara Islam timur tengah seperti Suriah, Irak, dan lain-lain. “Saya bersyukur 73 tahun merdeka, Indonesia masih utuh sebagai negara bangsa. Karena itu keberagaman itu harus kita rawat bersama,” tandasnya. [des]