BOGOR (Panjimas.com) – Tingkatan ukhuwah yang paling tinggi adalah mendahulukan kepentingan saudaranya, ketimbang dirinya sendiri. Ukhuwah Islamiyah yang dibangun bukanlah atas dasar kesukuan, hubungan darah dan kekerabatan, atau pun materi, tapi berdasarkan keimanan. Agar ukhuwah tetap terjaga, hendaknya umat Islam tidak berburuk sangka kepada sesama saudaranya.
Hal itu disampaikan Ustaz Bernard Abdul Jabbar dalam Kuliah Subuh saat Jambore Nasional Dai Parmusi di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cibodas, Jawa Barat, Rabu (26/9).
Lebih lanjut Ustaz Bernard mengisahkan, ketika Rasulullah Saw melakukan hijrah ke Yastrib (Madinah). Saat itu Nabi Muhammad Saw telah mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan kaum Anshor. Rasulullah juga mempersaudarakan suku Aus dan suku khazraj yang sebelumnya saling berperang. Ketika itu salahsatu sahabat Nabi, Abdurrahman bin Auf, saudagar terkaya, meninggalkan semua harta kekayaannya tatkala hijrah ke Madinah.
“Lalu sahabat dari Anshor yang bernama Saad bin Hawa, yang juga saudagar kaya, membantu Abdurrahman bin Auf yang hijrah ke Madinah tanpa membawa perbekalan apapapun, hanya baju yang melekat di badan. Atas dasar ukhuwah yang tinggi, Saad bin Hawa menawarkan sebagian hartanya, bahkan salahsatu istrinya yang paling cantik untuk diberikan kepada saudaranya, Abdurrahman bin Auf,” papar Ustaz Bernard.
Coba bayangkan, kata Ustaz Bernard, adakah sahabat di zaman sekarang yang membantu saudaranya yang kesulitan, memberi sebagian harta kekayaan, bahkan istrinya sendiri. “Itulah ukhuwah sejati yang tak ada taranya,” kata Ustaz Bernard yang disambut jamaah kuliah Subuh dengan pekikan takbir.
Saat hijrah ke Madinah, yang pertama kali dibangun adalah masjid sebagai basis dakwah Islam. Setelah itu pasar untuk berniaga. Abdurrahman bin Auf pun menawarkan diri kepada pedagang-pedagang di Madinah, untuk menjual dagangannya dengan sistem bagi hasil. Abdurrahman bin Auf pun bangkit, dan menata kembali perekonominnya.
Ukhuwah yang dibangun Rasulullah Saw, bukanlah sebatas wacana ataupun dibibir saja. “Ukhwah yang dibangun Rasulullah Saw adalah merasakan penderitaan saudaranya. Ibarat tubuh yang sakit, bagian tubuh yang lain turut merasakan sakit. Ukhuwah, sejatinya adalah membantu saudaranya yang zalim dengan menyadarkannya, dan yang terzalimi dengan membela harkat martabatnya,” ungkap Ustaz Bernard.
Ustaz Bernard kembali bercerita, suatu ketika Umar bin Khattab berlari-lari kecil sambil memegang perutnya, lalu masuk ke masjid dan berdoa. Lalu sahabatnya Abu Bakar Shiddiq memperhatikan Umar ra, lalu ditanya apa yang sterjadi dengan dirimu? Umar menjawab, bahwa ia dalam keadaan lapar, karena dua hari belum makan.
Abubakar pun mengatakan, bahwa dirinya pun merasakan hal yang sama, belum makan selama dua hari. Ternyata Rasulullah Saw pun juga menahan lapar selama tiga hari, dengan mengganjal perutnya dengan batu. “Sahabatnya lapar baru dua hari, sedangkan Rasulullah lapar sudah tiga hari. Itu artinya, pemimpin sejati itu adalah yang lapar lebih dahulu, saatnya rakyatnya lapar. Pemimpin sejati juga adalah yang belakangan kenyang, rakyatnya harus kenyang lebih dahulu,” kata Ustaz Bernard.
Satu hal terpenting dari ukhuwah adalah tidak berburuk sangka kepada saudaranya.”Umar bin Khattab pernah berburuk sangka dengan Abu Bakar Shiddiq. Umar kesal karena setiap ia memberi salam, Abubakar tak pernah menjawabnya. Umar pun mengadu kepada Rasulullah tentang sikap Abu Bakar.
Rasulullah kemudian memanggil Abubakar, kenapa bersikap seperti itu. Lalu, Abu Bakar menjawab, bahwa dirinya sedang mengamalkan sebuah hadits, barangsiapa yang memulai memberi salam, maka itu lebih utama. Ternyata Abubakar ingin memberi kesempatan kepada Umar untuk mendapat keutamaan. Setelah mendengar penjelasan Abubakar, Umar pun menyadari bahwa dirinya telah berburuk sangka kepada saudaranya sendiri. (des)