NEW YORK, (Panjimas.com) — Indonesia berkomitmen terus mendorong terciptanya perkembangan serta tindakan konkret dari Myanmar dan Bangladesh terkait repatriasi (pemulangan kembali) para pengungsi Rohingya.
Isu mengenai krisis Rohingya masih menjadi salah satu tema yang mengemuka dalam sesi ke-73 Sidang Majelis Umum PBB di Markas PBB, New York.
“Hari ini isu mengenai situasi di Myanmar masih akan dibahas di beberapa kelompok. Ketika ada isu terkait dengan Myanmar, Indonesia selalu diminta untuk berkontribusi,” ungkap Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di, New York, Selasa (25/09), dilansir dari Antara.
Sejumlah menlu dari negara-negara sahabat seperti Inggris, Norwegia, Swedia, Australia, Malaysia, dan Bangladesh, dalam pertemuan tingkat menteri untuk membahas situasi di Myanmar yang diinisiasi oleh Kanada, menekankan perlu adanya progres yang terlihat dalam proses repatriasi.
Dalam pertemuan itu, Indonesia bersama masyarakat internasional, ASEAN dan PBB akan terus melakukan pengawasan agar MoU antara Myanmar dan Bangladesh untuk repatriasi dapat terlaksana.
Hal tersebut diharapkan membawa perubahan situasi yang lebih baik di lapangan serta dapat memenuhi hak-hak para pengungsi Rohingya di Bangladesh untuk kembali ke daerah asalnya di Rakhine State, Myanmar.
Rohingya sendiri adalah salah satu kelompok etnis minoritas paling teraniaya di dunia. Selain mendapatkan tekanan dari berbagai sisi, mereka tidak dipandang sebagai penduduk oleh negara mana pun.
Singkatnya, mereka tidak memiliki kewarganegaraan.
Myanmar, yang mayoritas penduduknya beragama Buddha, menganggap Rohingya adalah orang-orang Bangladesh, sementara Bangladesh mengatakan mereka sebagai warga Myanmar.
Diperkirakan lebih dari satu juta orang Rohingya terpaksa meninggalkan kampung halamannya di Myanmar untuk melarikan diri dari kekerasan dan diskriminasi yang mereka alami.
Persoalan domestik Myanmar merupakan suatu hal yang kompleks. Isu pengungsi, ketegangan vertikal dan horizontal, serta transisi demokrasi pun berlangsung di saat yang bersamaan.
Ada banyak harapan akan terjadinya perubahan di saat masyarakat dimabukkan dengan narasi romantis perubahan demokrasi yang sedang bersemi di negara mereka, berharap situasi akan menjadi lebih baik bagi seluruh masyarakat Myanmar.
Namun kenyataannya sedikit yang telah dilakukan untuk masyarakat Rohingya.
Partai yang berkuasa tidak meletakkan situasi di Rakhine sebagai prioritas.
Bahkan, ketika masyarakat dunia ingin mendengar, sang pemenang nobel perdamaian, Aung San Suu Kyi, lebih banyak diam ketika harus berbicara soal Rohingya.
Agar repatriasi itu sendiri bisa berjalan maka pertama kali perlu diciptakan, menurut Retno, adalah lingkungan yang mendukung. Kondisi harus disiapkan disertai dengan jaminan keamanan sehingga terdapat kepercayaan untuk bisa kembali ke daerah asal.
Semua itu juga harus dilandasi dengan adanya kepercayaan yang terbangun antara pemerintah Bangladesh dan Myanmar, juga tak kalah pentingnya
Setelah persiapan repatriasi, perlu juga dipikirkan bagaimana menyiapkan pembangunan ekonomi yang inklusif.
“Indonesia tekankan berulang-ulang, pembangunan ekonomi yang inklusif di Rakhine State sehingga tidak terjadi segregasi antara mereka,” kata Menlu.
Hal yang sama juga ditekankan oleh Menlu Retno Marsudi ketika memenuhi undangan Menlu Inggris Jeremy Hunt dalam pertemuan jamuan makan siang untuk membahas isu Myanmar di New York, Senin.
Pertemuan tersebut dipimpin oleh Menlu Inggris Jeremy Hunt dan Menlu Prancis Jean-Yves Le Drian dan dihadiri oleh sejumlah menteri luar negeri dari Australia, Jepang, Turki, Singapura, Malaysia, Jepang, kemudian Wakil Tetap AS untuk PBB, serta Komisaris Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi dan Kepala UNDP.
Hadir pula dalam pertemuan tersebut Menteri dari kantor penasehat negara Myanmar dan Menteri Kerjasama Myanmar.
Tidak hanya di tingkat pengambil kebijakan, kepercayaan juga harus dibangun di tingkat masyarakat.
“Kita juga bekerja sama dengan masyarakat untuk bagaimana kita berbagi pengalaman kita mengenai masalah kehidupan yang majemuk, bagaimana kehidupan ekonomi itu akan lebih jika dilakukan secara bersama-sama,” ungkap menlu.
Indonesia pun mendapat apresiasi dari masyarakat di Rakhine karena telah menginisiasi pembangunan Rumah Sakit Indonesia di desa Myaung Bwe, kota Mrauk U, Negara Bagian Rakhine.
Rumah sakit, yang pembangunannya dimulai sejak November 2017 tersebut, mengumandangkan pesan perdamaian dan menyatukan berbagai etnis di Myanmar karena melibatkan masyarakat sekitar tanpa memandang asal usul, latar belakang, suku maupun agaman dalam pembangunannya.
Seribuan orang dari berbagai etnis dan agama berkumpul bersama dalam keadaan damai di RS Indonesia tersebut pada acara peletakan batu pertama.
Para pekerja yang berada di RSI juga berasal dari komunitas Muslim dan Buddha yang bekerja tanpa ada sikap saling bermusuhan di antara mereka.
Pembangunan RSI di Rakhine tersebut merupakan bagian dari diplomasi kemanusiaan yang dilakukan oleh MER-C sejak mendirikan RS Indonesia di Gaza, Palestina.
Pembangunan RSI di Rakhine State tersebut dijadwalkan rampung pada akhir tahun ini.
“Tantangannya berat sekali tetapi setiap negara mendorong langkah konkret segera,” kata Menlu.
Sesi Debat Umum Sidang Majelis Umum PBB ke-73 resmi dibuka di Markas Besar PBB, New York, Selasa oleh Sekjen PBB Antonio Guterres
Tema debat umum tahun ini adalah “Menciptakan PBB yang relevan bagi semua masyarakat: Kepemimpinan global dan tanggung jawab bersama untuk masyarakat yang damai dan berkelanjutan.”
Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina dijadwalkan akan menghadiri sesi debat umum PBB ke-73, yang telah resmi dibuka pada Selasa (25/9). Di depan mimbar, Sheikh Hasina akan mengajukan usulan baru dan keinginan Bangladesh tentang repatriasi lebih awal terhadap lebih dari satu juta pengungsi etnis Rohingya yang melarikan diri dari Myanmar.
Selain itu juga tentang implementasi dari rekomendasi Komisi Kofi Annan untuk penyelesaian krisis Rohingya.
Sementara itu Penasehat Negara Myanmar Aung San Suu Kyi akan absen pada sesi debat umum SMU PBB tahun ini. Sebagai catatan, Suu Kyi juga tidak hadir pada SMU PBB tahun lalu.[IZ]