PARIGI MOUTONG, (Panjimas.com) – Safari dakwah Ustadz Abdul Somad kali ini mendarat di Sulawesi Tengah, tepatnya Kota Palu dan Kabupaten Parigi Moutong. Demikian dilansir republika.
Sebagaimana yang terjadi sebelumnya di Papua Barat, sambutan masyarakat di provinsi itu begitu hangat terhadap mubaligh tersebut.
Dengan menumpang pesawat komersil, lulusan S-1 Universitas al-Azhar (Mesir) itu tiba di Bandar Udara SIS al-Jufrie Palu. Usai ramah tamah dengan tim yang mengundangnya, penceramah ini bertemu dengan salah seorang ulama setempat, Habib Saqqaf bin Habib Muhammad. Dia mengaku sudah lama ingin berjumpa dengan sang habib.
“Duduk bersama ulama itu indah. Beliau cucu Habib Sayyid Idrus Saqqaf (SIS) al-Jufri. Nama Habib SIS itulah yang menjadi nama airport Palu. Beliau pendiri (organisasi) al-Khairat dan yang juga kakek Doktor Salim Segaf al-Jufri (politikus PKS –Red),” terang Ustadz Abdul Somad, Selasa (25/9).
Lulusan S-2 Darul Hadits (Maroko) itu mengungkapkan betapa figur Habib Saqqaf menginspirasinya. Menurutnya, jalan dakwah yang telah dilalui sang habib tidaklah mudah, tetapi sampai kini terus berlangsung karena semangat menegakkan ajaran tauhid serta mengharapkan ridha Allah SWT. Hal ini menjadi cerminan bagi Ustaz Abdul Somad, yang juga pernah mengalami intimidasi dan bahkan persekusi.
“Kisah perjuangan dakwahnya membuat saya merasa bahwa yang saya alami itu tidak ada apa-apanya,” ujar dosen UIN Sultan Syarif Kasim Riau itu.
Sesudah pamit dengan Habib Saqqaf dan para sahabat, Ustaz Abdul Somad beserta tim bertolak menuju Parigi Moutong. Inilah kabupaten yang, bila melihat peta, tampak seperti bulan sabit. Wilayah ini meliputi pesisir timur Sulawesi Tengah dan terkenal akan destinasi wisata alam yang mempesona.
Kedatangan Ustadz Abdul Somad rupanya sudah lama dinanti-nanti masyarakat setempat, utamanya kaum Muslimin. Ribuan orang tampak memadati sekitaran panggung yang menjadi tempat pria 41 tahun itu menyampaikan tausiyah.
Lokasi acara ini terletak persis di tepi Pantai Kayubura. Angin laut berembus dari arah Teluk Tomini. Hingga tabligh akbar usai, jamaah ternyata masih berkerumun. Mereka tampak ingin melihat langsung Ustadz Abdul Somad. Sebagian di antaranya malahan meminta foto bersama.
“Luar biasa sambutan masyarakat. Dalam perjalanan pulang, hampir satu kilometer barisan jamaah melambaikan tangan. Satu di antaranya mereka membisikkan kalimat, ‘Doakan kami di Poso Pak Ustadz,’” kenang dai kelahiran Silo Lama, Asahan, Sumatra Utara, itu.
Perjalanan belum usai. Selanjutnya, peraih anugerah Tokoh Perubahan Republika 2017 itu mengadakan silaturahim ke kediaman Habib Shalih. Ustadz Abdul Somad mengaku bersyukur karena dapat dipertemukan dengan ulama tersebut.
“Beliau masyhur dengan (julukan) ‘Habib Rotan’ karena tongkat rotannya menghantam musuh-musuh dakwah dalam konflik Poso,” jelas sosok bergelar budaya Melayu, Datuk Seri Ulama Negara, itu.
Habib Shalih kemudian mengajaknya ke kaki Gunung Kawalise. Di sini, Ustadz Abdul Somad dapat menikmati panorama Kota Palu yang sangat indah dilihat dari ketinggian.
Kegembiraannya bertambah setelah bercengkerama dengan penduduk setempat, khususnya Suku Da’a. Dakwah Islam ternyata berkembang pesat di sana. Menurut Ustadz Abdul Somad, regenerasi para pendakwah di Palu dan Sulawesi Tengah umumnya bisa menjadi contoh bagi daerah-daerah lain.
“Ada yang lebih indah (daripada panorama alam –Red), yakni suara anak-anak suku Da’a. Mereka yang sebelumnya meyembah batu, kini melantunkan shalawat. Orang-orang tua yang dulu berumah bambu, kini berumah batu,” tuturnya.
Mengutip penuturan Habib Shalih, tidak kurang dari 1.500 orang Da’a sekarang aktif sebagai guru agama Islam. Sementara itu, lima ribu orang di sana rutin menerima bimbingan keislaman.
“Tapi ada 17 ribu orang yang masih hidup di atas gunung. Perlu uluran tangan untuk perjuangan dakwah. Begitu kata Habib Shalih. Lagi-lagi, pukulan keras, tajam sekali ke lubuk hati saya. Bahwa yang saya lakukan selama ini bukan apa-apa,” kata Ustadz Abdul Somad sembari mengakhiri pembicaraan.[RN]