SUKOHARJO, (Panjimas.com) – Sudah sering didengar jika ada bencana alam maka selalu ada seklompok orang yang melakukan misinya dengan cara melakukan pesan-pesan agama (pemurtadan) meski penduduk setempat sudah beragama Islam. Seperti halnya yang baru terjadi di daerah Lombok beberapa waktu yang lalu.
Ironisnya, negara dalam hal ini tidak serius dalam menagani persoalan seperti ini.
“Harusnya negara bersikap lebih tegas karena masalah agama ini sensitif. Upaya pemurtadan akan memunculkan potensi konflik entah secara cepat atau lambat.” Ujar Ustadz Abdul Rachim Baasyir saat ditemui di kediamanya di komplek Ponpes Islam Al Mukmin Ngruki Grogol Sukoharjo, Kamis. (20/9).
Meski demikian umat Islam dan lembaga sosial Islam juga sangat perlu untuk melakukan evaluasi agar kasus pemurtadan ini tidak terulang.
Terkait evaluasi, umat Islam atau dalam hal ini lembaga sosial harus lebih cermat dalam menata dan bersinergi. Karena keuatan lembaga sosial itu satu hingga tiga bulan meski di lokasi bencana belum selesai penangannya. Saat itulah maka misionaris mulai bergerak mengambil celah tersebut dengan dukungan dana yang cukup besar
“Untuk itulah saya berharap lembaga sosial harus bersinergi dan merapatkan barisan jangan berjalan sendiri-sendiri. Sehingga gerakan tersebut dapat maksimal dan tertata.” tambah pengasuh Ponpes Salman Al Farisi Karangpandan.
Masyarakat terkena dampak bencana biasanya secara psikis tertekan mereka kadang tidak peduli siapa yang memberi dan membantu. Inilah yang menjadi persoalan.
Selanjutnya, Ustadz Abdul Rachim juga berharap agar bantuan di daerah bencana tidak harus berbentuk fisik semata namun siraman rohani juga diperlukan.
“Kirim dai-dari sebanyak-banyaknya agar bisa menangani para warga agar lebih kuat secara agama”.
Terakhir Ustadz Abdul Rachim berpesan agar beberapa lembaga sosial Islam tidak saling berebut atau menganggap lembaga lainnya adalah pesaing (rival).
“Harusnya mereka bertaawun saling bergandengan tangan agar bantuan dan program bisa optimal tertangani.”pungkasnya. [RN]