SOLO, (Panjimas.com) — Ketua Majelis Pemusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia, Zulkifli Hasan mendesak Presiden Jokowi agar segera menyelesaikan polemik impor beras yang diperdebatkan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita dan Kabulog Budi Waseso.
“segera diselesaikan,” pungkasnya saat ditemui panjimas usai menyantap makan siang di Kantin Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) di Solo, Sabtu (22/09) siang
Menurutnya, persoalan ini harus segera diseleseikan agar masyarakat tidak bingung ketika sesama pejabat pemerintah berantem.
“Kalau tidak kan, nanti orang-orang tanya masak sesama pemerintah berkelahi,” tukasnya.
PAN Desak Jokowi Copot Pembantunya
Sebelumnya, PAN menyebut isu beras kembali menjadi kegaduhan politik seperti yang terjadi pada Januari 2018. PAN meminta para pembantu Presiden Joko Widodo yang membuat gaduh segera dicopot.
“Beras jadi barang ekonomi-politik yang aneh. Saat musim panen raya Desember 2017-Februari 2018, harga beras melonjak. Kemendag pun memutuskan mengimpor 500 ribu ton pada 11 Januari 2018. Posisi Kementan adalah menentang impor. Karena katanya, panen lebih dari cukup. Mentan bahkan mengklaim swasembada. Tapi jika ada surplus beras, kok barangnya tidak ada di pasar? Kok harga melonjak?” ujar politikus PAN Dradjad Wibowo, Jumat (21/09).
Menurut Dradjad Wibowo, Jokowi secara langsung terdampak dibuatnya. Dradjad menyinggung beberapa kebijakan di internal pemerintah yang saling bertentangan.
“Citra Presiden Jokowi pun merosot. Apalagi saat itu tarif listrik naik, harga-harga juga mahal. Klaim Mentan pun ditolak oleh pemerintah sendiri. Impor malah dinaikkan menjadi 2 juta ton,” papar Dradjad.
Dradjad lalu menyoroti ribut-ribut kebijakan impor beras saat ini. Dia mengaku heran karena sampai ada makian yang terlontar dari salah satu pihak.
“Sekarang bukan musim panen raya. Banyak daerah masih kemarau. Harusnya kan stok beras turun. Tapi Mendag dan Kabulog justru ribut karena stok berlimpah, gudang tidak cukup. Ributnya parah banget sampai keluar makian ‘matamu’. Padahal, kontrak impor sudah terlanjur dibuat. Beras impor terlanjur berdatangan. Apa waktu memutuskan angka 2 juta ton, kapasitas gudang Bulog tidak dihitung?” jelas Dradjad.
Kini muncul tuntutan agar Presiden memecat Mendag Enggartiasto Lukita. Dradjad memandang tuntutan itu wajar sembari meminta Jokowi berlaku adil.
“Wajar karena Enggar ikut tanggung jawab. Tidak fair karena bukan hanya dia yang bertanggung jawab. Menko Perekonomian (Darmin Nasution), Mentan (Amran Sulaiman), Kabulog (Budi Waseso) dan Kepala BPS semuanya juga harus dicopot bersama Mendag,” tegas Dradjad.
“Alasannya, jelas kegaduhan ini bersumber dari mismanajemen para pembantu presiden tersebut. Mereka salah hitung produksi, salah hitung impor, salah hitung kapasitas gudang. Setelah itu, mereka ribut lagi di media,” tukasnya.
Sementara itu, Waketum PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan Kemendag merusak Nawacita Jokowi. Pertama, kata Viva, Kemendag tidak mendukung pembangunan Indonesia dari pinggiran melalui pemberdayaan potensi desa. Harusnya, kata Viva, lahan pertanian di desa dimanfaatkan secara maksimal untuk mewujudkan kemandirian pangan. Petani harus dilindungi dan harga komoditas di pasar harus dikendalikan.
Kedua, lanjut Viva, Kemendag memperlemah upaya negara hadir di tengah-tengah rakyat karena persoalan kebijakan pangan tidak memihak kepentingan nasional serta petani Indonesia.
“Mengapa solusinya selalu impor? Harusnya Kemendag menjamin agar harga komoditas pangan di pasar stabil sehingga menguntungkan petani dan tidak merugikan konsumen,” cetus Viva Yoga yang merupakan Wakil Ketua Komisi IV DPR itu.
Ketiga, Kemendag disebut Viva menurunkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar karena produksi pangan kurang bersaing di dunia internasional. Jika negara terus impor, Viva memandang produktivitas rakyat akan mati.
Kemendag pun disebutnya menghambat program kemandirian pangan karena selalu senang mengimpor. Impor disebut mematikan petani Indonesia dan menjadikan negara tidak berdaulat.
“Di akhir masa periode Presiden Jokowi, sebaiknya menteri yang tidak melaksanakan visi dan program Nawacita Presiden harus dievaluasi karena hal itu akan menjadi catatan negatif pemerintah,” tandas Viva.[IZ]