JAKARTA (Panjimas.com) – Untuk menjaga independensi ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat akan menggelar Rapat Kerja Nasional (Rakernas) pada November mendatang. Dalam Rakernas nanti akan membahas status ketua umum KH Ma’ruf Amin yang kini menjadi cawapres dari capres Joko Widodo.
“Di Rakernas MUI nanti akan ditetapkan status Kiai Ma’ruf. Selain itu juga dibahas soal peraturan organisasi yang mengatur apakah harus cuti atau berhenti,” kata Ketua MUI Bidang Informasi dan Komunikasi, Masduki Baidlowi, kepada wartawan di Jakarta, Selasa (18/9) lalu.
Masduki mengatakan peraturan organisasi MUI sejauh ini belum mengatur apakah pengurus MUI yang menjadi capres/cawapres atau presiden/wapres itu harus cuti atau mundur. Karena itu, aturan tentang hal tersebut perlu dibahas demi menjaga independensi MUI.
Dengan maju sebagai cawapres, KH Ma’ruf dinilainya kini sudah masuk wilayah politik praktis. Meski menyakini KH Ma’ruf tidak akan menyeret MUI ke ranah politik praktis, kata Masduki, penegasan di dalam aturan organisasi perlu dibuat guna menjaga independensi MUI.
Peraturan organsasi yang mengatur soal ini cukup penting untuk menjaga independensi organisasi MUI sebagai wadah seluruh umat Islam. “Walaupun saya yakin Kiai Ma’ruf tidak akan menyeret MUI ke ranah politik praktis, namun penegasan di dalam aturan itu cukup penting,” katanya.
Untuk menjaga MUI tetap netral, Masduki mengatakan MUI saat ini telah menunjuk dua pengganti sementara KH Ma’ruf. Pengganti sementara ini untuk menjalankan kegiatan MUI selama KH Ma’ruf menjalankan tugas sebagai cawapres. ”Dua pengganti sementara tersebut berasal dari Wakil Ketua MUI saat ini, yakni Buya Yunahar Ilyas dan Pak Zainut Tauhid,” kata Masduki.
Sebelumnya, Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengatakan, sudah seharusnya Kiai Ma’ruf mengundurkan diri setelah mencalonkan diri sebagai calon wakil presiden pendamping Joko Widodo di pemilihan presiden (Pilpres) 2019.
Saat ini KH Ma’ruf Amin berstatus non aktif sebagai ketua umum MUI. “Memang pada salah satu pasalnya jika ketua umum dan sekretaris umum MUI tidak boleh rangkap dalam jabatan politik,” ujar Din Syamsuddin di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), di Ciputat,Tangerang Selatan, beberapa waktu lalu (29/8).
Menurut mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah itu, hal itu sudah diatur di dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) keorganisasian MUI. Oleh karena itu, pihakmya telah menggelar rapat Dewan Pertimbangan MUI untuk menentukan status Ma’ruf Amin.
Wakil Ketua Umum MUI, Zainut Tauhid juga menyampaikan, KH. Ma’ruf Amin hendaknya memilih untuk mundur dari jabatannya. Menurutnya, keputusan Ma’ruf Amin untuk mundur bertujuan agar posisinya sebagai cawapres Jokowi tidak menimbulkan pro-kontra di masyarakat dan internal MUI. “Tujuannya untuk menjaga independensi MUI dari dinamika politik praktis, akhirnya Kiyai memilih non aktif dari jabatan tersebut,” terang Zainut Tauhid.
KH Ma’ruf Amin sendiri menegaskan walaupun saat ini ia menjadi bakal cawapres Jokowi, ia masih tetap aktif di Majelis Ulama Indonesia (MUI) sebagai ketua umum. Hal ini disampaikan Kiai Ma’ruf jelang rapat rutin Dewan Pimpinan di Kantor MUI, Jalan Proklamasi, Jakarta Pusat. “Saya masih aktif di MUI,” kata Ma’ruf Amin kepada wartawan, Selasa (18/9).
Ditanya soal apakah ada pergantian ketua MUI selama ia berkampanye sebagai cawapres Jokowi. Kiai Ma’ruf mengatakan belum ada keputusan resmi soal itu.
Di Rakernas MUI tersebut akan dibahas bagaimana peraturan organisasi bila ketua umumnya menjadi capres atau cawapres karena persoalan seperti Kiai Maruf ini merupakan kali pertama yang dihadapi MUI. Belum ada aturan baku yang mengatur seperti apa.
“Setelah Kiai ditetapkan sebagai cawapres), MUI harus segera membentuk peraturan organisasi bagaimana seharusnya ketua umum yang terpilih sebagai capres/cawapres atau presiden dan wapres,” kata Baidhowi.(des)