JAKARTA (Panjimas.com) — Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya menetapkan kembali 41 calon legislatif mantan terpidana kasus korupsi. Ketetapan itu merupakan hasil putusan Mahkamah Agung (MA) yang membatalkan Pasal 4 ayat (3) PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/Kota.
Seperti diberitakan sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan gugatan Peraturan KPU Nomor 20 Tahun 2018, yang melarang eks napi korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif. Dengan putusan itu, para mantan koruptor tersebut boleh nyaleg.
“Dikabulkan khusus PKPU dikabulkan permohonan pemohon. Jadi PKPU itu dinyatakan bertentangan dengan undang-undang,” juru bicara MA Suhadi kepada detikcom, Jumat (14/9).
Permohonan itu diputus pada Kamis, 13 September 2018, oleh majelis hakim yang terdiri dari tiga hakim agung, yaitu Irfan Fachrudin, Yodi Martono, dan Supandi. Melalui putusan itu, maka larangan mantan koruptor nyaleg dalam PKPU tersebut dibatalkan.
Atas putusan MA, KPU akan segera melakukan revisi Peraturan KPU (PKPU). “Tentu saja itu norma larangan itu ada di PKPU, dengan adanya putusan MA kami melaksanakan putusan MA. Dengan cara apa secara teknis dengan cara merevisi PKPU,” jelas Komisioner KPU Wahyu Setiawan di Posko Cemara, Jakarta Pusat, Selasa (18/9) lalu.
Wahyu menjelaskan tidak semua permohonan gugatan PKPU dikabulkan majelis hakim. Namun, poin pentingnya adalah mantan koruptor diperbolehkan dan memenuhi syarat sebagai caleg.
“Hanya dua yang dikabulkan tetapi secara substansial dikabulkannya permohonan itu berarti mantan napi korupsi dalam konteks ini menjadi memenuhi syarat menjadi calon anggota DPR, DPD, DPRD substansinya,” ujarnya.
Koruptor Dihukum mati
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang meminta semua pihak menghormati keputusan Mahkamah Agung yang membolehkan pendaftaran caleg dengan latar belakang eks napi kasus korupsi, kejahatan seksual anak dan bandar narkoba. Saut hanya mengingatkan kepada mantan koruptor agar tak kembali melakukan korupsi seandainya terpilih menjadi legislatif.
Saut menyatakan, jika para mantan koruptor itu kembali melakukan korupsi, maka bisa diancam hukuman mati. Ini mengacu pada Pasal 2 UU nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi.
“Kita mengatakan mereka (mantan koruptor) bakal melakukan (korupsi) lagi, jangan lupa dalam pasal 2 itu. Jika melakukan korupsi kemudian korupsi lagi itu bisa dihukum mati,” ujar Saut usai acara di Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Senin (17/9).
Saut menjelaskan, Pasal 2 UU Tipikor disebutkan tentang korupsi yang dilakukan berulang-ulang. Seandainya terjadi maka bisa dijatuhi hukuman mati. “Ada itu di pasal 2 tentang korupsi yang berulang-ulang. Jadi jangan takut, orang ini tahu ada pasal 2. Gua tidak mau korupsi lagi nih, daripada dihukum mati sama Pak Saut. Itu pasal 2 korupsinya berulang-ulang,” urai Saut.
KPK memersilakan masyarakat menilai jika ada caleg yang mantan napi korupsi. Sebab masyarakat yang nantinya akan memilih. Nantinya jika masyarakat memilih caleg mantan koruptor, KPK pun tak bisa melarang karena bisa dianggap menghalangi pemilu.
“Biarkan publik yang menilai. Nantikan publik yang memilih. Masyarakat yang menilai. Nanti kalau konstituen memilih dia ya ga bisa dilarang juga. Siapa tahu orangnya (caleg mantan koruptor) menjadi lebih baik juga. Jangan lupa setiap orang juga punya pintu taubat. Bisa aja dia jadi baik. Yang penting jangan suudzon,” tutup Saut. (des)