JAKARTA (Panjimas.com) – Mantan Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi mulai geram dengan pemberitaan Majalah Tempo terkait gratifikasi atau uang suap senilai Rp. 1,1 miliar. Dalam sebuah konferensi pers di Penang Bistro, Kabayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (19/9/2018) siang, TGB membantah apa yang diberitakan majalah tersebut.
Salah satu kuasa hukum TGB, Noto Dwiiyulianto, mengatakan akan melakukan langkah hukum kepada Tempo Media. Langkah hukum itu ditempuh TGB beserta tim kuasa hukumnya setelah Tempo memberitakan bahwa ada unsur kerugian negara dalam deviden hasil penjualan saham PT Newmont Nusa Tenggara kepada PT Amman Mineral Internasional yang diduga melibatkan TGB.
“Kami akan somasi Tempo, karena telah merusak dan mencemarkan nama baik TGB. Kami akan menyambangi Dewan Pers dan menempuh jalur hukum dalam waktu dekat. Pokoknya secepatnya,” kata Noto di Penang Bistro, Jakarta Selatan
Perkara yang menyeret TGB ini berawal dari pembelian 24 persen saham hasil divestasi Newmont oleh PT Multi Daerah Bersaing pada November 2009. Perusahaan ini adalah kongsi perusahaan daerah PT Daerah Maju Bersaing (perusahaan bentukan pemerintah daerah NTB, Kabupaten Sumbawa, dan Sumbawa Barat) dan PT Multi Capital (anak usaha PT Bumi Resources, Grup Bakrie). Hasilnya, 6 persen untuk Daerah Maju Bersaing dan 18 persen untuk Grup Bakrie.
Namun, karena terus merugi, pemerintah NTB pun menjual 6 persen saham bagian mereka di Newmont pada November 2016. Ini bagian dari penjualan 24 persen saham PT Multi Daerah Bersaing kepada PT Amman Mineral Internasional senilai Rp 5,2 triliun, yang belakangan diakuisisi PT Medco Energi Internasional.
Pemerintah daerah menjual saham Newmont karena perusahaan itu, berdasarkan saran sejumlah ahli kepada Gubernur, tak punya masa depan. PT Multi Capital, misalnya, beberapa kali tidak membayar advanced dividend. PT Multi Capital juga ditengarai bermasalah saat pembagian dividen pada 2010 dan 2011.
Penjualan 24 persen saham perusahaan patungan itu kepada PT Amman Mineral Internasional senilai US$ 400 juta pada 2016 ini diduga bermasalah. Meski PT Daerah Maju Bersaing memiliki 25 persen saham di perusahaan patungan, uang yang diterima hanya US$ 40 juta, tidak US$ 100 juta. “Selisih ini yang akan menjadi penghitungan kerugian negara,” ujar salah seorang aparat hukum yang mengetahui kasus ini sebagaimana dikutip dari Majalah Tempo edisi 17 September 2018.
Menurut TGB, angka US$ 40 juta merupakan penghitungan tim penasihat investasi daerah. “Kami minta senilai valuasi dari perusahaan daerah ini sebagai pengganti investasi,” ujar TGB kepada Tempo, Jumat, 14 September 2018. Ia berdalih daerah tidak menuntut US$ 100 juta karena PT Multi Capital masih harus membayar utang dari modal yang dikeluarkan saat pembelian saham.
Bantahan TGB
TGB pun menggelar konferensi pers klarifikasi atas pemberitaan terhadap dirinya. Didampingi oleh tim kuasa hukumnya, ia menegaskan bahwa aliran dana yang masuk ke rekeningnya bersumber dari pendapatannya yang sah.
TGB mengakui sempat meminjam uang hingga Rp 1,1 miliar. Ia menegaskan, dana itu bukanlah suap, namun pinjaman untuk kebutuhan pribadinya.
TGB menyebut total transfer dana pinjaman sebesar Rp1,165 miliar pada 2010. Dana pinjaman belakangan diketahui menggunakan uang perusahaan PT Recapital Asset Management. Untuk saat ini, ia memastikan sudah mengembalikan uang pinjaman beserta bunganya.
“Karena tidak bisa lunasi dibuat bunga terus diproses. Sudah dilunasi pokok hutang dan bunganya,” katanya ketika menggelar konferensi pers di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan pada Rabu (19/9).
TGB mengungkapkan pinjaman uang itu atas dasar dirinya pribadi, tanpa melibatkan jabatannya sebagai Gubernur NTB kala itu. Sehingga ia merasa urusan pinjaman ini tak ada sangkut paut dengan pemerintahan. Ia membantah pemberian uang sebagai bentuk suap. “Ini perdata antara saya dan entitas hukum. Saya pinjam ke perusahaan tidak terkait keuangan negara,” ujarnya.
TGB kemudian menjelaskan perihal sumber uang yang tersimpan di rekeningnya. Dia menyebut ada dua sumber uang, pertama dari gaji, dan tunjangan selaku Gubernur NTB, kedua berasal dari gajinya selaku pimpinan di salah satu sekolah milik keluarganya di Nahdlatul Wathan.
Sumbernya, kata dia, adalah seluruh pendapatan sah, baik pendapatan sebagai gubernur, gaji, tunjangan, honor, dan pajak daerah. “Kami punya lembaga pendidikan yang hampir kalau ditotal itu cabangnya seribu, Nahdlatul Wathan. Di pondok pesantren induk, di mana saya yang menjadi pimpinan di sana dan memiliki hampir 16 ribu santri. Di salah satu perguruan tingginya saja, omsetnya dalam satu tahun bisa Rp 16-17 miliar,” jelas TGB. (des)