RAMALLAH, (Panjimas.com) — Presiden Palestina Mahmoud Abbas menegaskan dalam pernyataanya bahwa Israel dan Amerika Serikat (AS) telah melawan upaya terwujudnya perdamaian. Abbas mengatakan, kebijakan Israel, dengan dukungan dari AS, justru membuat upaya perdamaian terancam gagal.
“Pembunuhan, perluasan permukiman, penghancuran, dan pencabutan penduduk Palestina tidak akan membawa perdamaian atau keamanan,” pungkas Mahmoud Abbas dalam pertemuan dengan mantan anggota Parlemen Israel berhaluan sayap kiri, Ahad (16/09) lalu, dikutip dari WAFA.
“Kebijakan (Israel) ini dan keputusan AS yang bias bertentangan dengan resolusi internasional dan merusak peluang membuat perdamaian berdasarkan solusi dua negara sepanjang perbatasan 1967,” ujar Abbas.
Sejak tahun 1967, Israel telah membangun lebih dari 230 permukiman ilegal di wilayah Palestina yang diduduki, termasuk di Tepi Barat dan Yerusalem Timur. Pada September 2016, Dewan Keamanan PBB menerbitkan resolusi yang mengecam keras permukiman ilegal Yahudi Israel dan menyebutnya sebagai pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional.
Ironisnya, resolusi Dewan Keamanan PBB tak menghentikan Israel dalam memperluas permukiman ilegal Yahudinya di wilayah Palestina yang diduduki. Misalnya pada bulan Agustus lalu, misalnya, Israel mengumumkan akan membangun 2.100 rumah di wilayah Tepi Barat.
Pernyataan itu segera menuai kecaman luas dan penentangan dari pemerintah Palestina. Perlu dicatat, kini terdapat lebih dari 700.000 pemukim Yahudi yang tinggal di 196 permukiman ilegal di Tepi Barat, Palestina.
Semakin meluas dan massifnya pembangunan permukiman Yahudi ilegal di wilayah Palestina dinilai sebagai hambatan utama perundingan perdamaian kedua negara. Perundingan tersebut telah terhenti sejak 2014 lalu.
Bahkan, masa depan upaya perdamaian berdasarkan solusi dua negara makin kandas ketika AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel pada Desember 2017 lalu. Deklarasi AS itu tidak hanya menuai kecaman keras Palestina, tetapi juga bagi negara-negara Arab dan Muslim. Kebijakan AS mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel dianggap telah melanggar berbagai kesepakatan dan resolusi internasional.
Deklarasi AS tersebut itu semakin menyulitkan proses perundingan damai antara Israel dan Palestina. Palestina tetap tegas dalam sikapnya yakni Yerusalem Timur menjadi ibu kota negaranya.[IZ]