PALU, (Panjimas.com) – Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin prihatin angka perceraian meningkat setiap tahun, menyebut pergeseran makna dan nilai mengenai pernikahan dan perceraian sebagai salah satu faktor pemicunya. Demikian dilansir antara.
Di hadapan ratusan aparatur sipil negara dalam lingkup Kantor Wilayah Kementerian Agama Sulawesi Tengah, Senin (17/9), Menteri Agama mengungkapkan perubahan pemaknaan pernikahan membuat di antara pasangan suami-istri generasi sekarang bahkan ada yang merencanakan perceraian.
“Mereka sebelum nikah sudah saling bersepakat, antara pasangan laki-laki dan perempuan, kalau kita nikah dua tahun saja, atau tiga tahun saja, setelah itu kita cerai,” katanya di Palu, saat menghadiri peresmian pelayanan terpadu satu pintu dan tujuh kantor urusan agama di Sulawesi Tengah.
Ia menjelaskan bahwa sesungguhnya semua agama menganggap pernikahan sebagai peristiwa sakral, bukan sekadar perjanjian antara umat manusia yang berbeda jenis kelamin.
“Tetapi perjanjian yang disaksikan atas nama Tuhan. Dan semua agama sangat memuliakan pernikahan,” katanya.
Ia lalu menekankan pentingnya pendidikan pra-nikah yang terstruktur, sistematis dan terencana bagi calon pasangan suami-istri dalam upaya menekan angka perceraian.
“Sejak dua tahun lalu, kita serius membenahi pendidikan pra-nikah, dan kita sudah mengeluarkan tiga modul dan akan terus kembangkan,” katanya.
“Sebelum generasi muda kita menjadi ayah dan ibu nantinya, mereka harus diberikan wawasan yang baik, agar angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga tidak semakin meningkat,” ia menambahkan.
Dilansir republika, berdasarkan data dari Dirjen Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung pada periode 2014-2016 perceraian di Indonesia trennya memang meningkat. Dari 344.237 perceraian pada 2014, naik menjadi 365.633 perceraian di 2016. Rata-rata angka perceraian naik 3 persen per tahunnya. [RN]