JAKARTA, (Panjimas.com) —- Sejumlah warga negara Indonesia (WNI) yang berangkat ke Arab Saudi untuk berhaji melalui jalur tidak resmi dilaporkan sempat tertahan kepulangannya dari Arab Saudi. Akibat berhaji melalui jalur tak resmi itu, mereka dikenakan denda Rp 55 juta.
Berdasarkan Siaran Pers Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah, Senin, menyebutkan, WNI tersebut tidak diizinkan meninggalkan Arab Saudi sesuai jadwal penerbangan karena diketahui menunaikan ibadah haji menggunakan visa kunjungan (visa ziarah) dan visa kerja (visa amal), dilansir dari Antara.
Seorang jamaah yang tidak mau disebutkan namanya mengaku kepada KJRI Jeddah, sama sekali tidak tahu dirinya diberangkatkan dengan visa ziarah pribadi (ziarah syakhsiyah) dengan penjamin Warga Negara Saudi atas nama Sirin Binti Fauzi Mohammad Abu Zaid.
Visa ziarah syakhsiyah merupakan jenis visa yang dikeluarkan oleh perorangan warga Saudi sebagai penjamin atau pihak yang dikunjungi di Arab Saudi.
Sebelum berangkat bersama suaminya pada 2 Agustus silam, jamaah calon haji (calhaj) asal Jawa Tengah ini mengaku menyetor dana sebesar Rp130 juta kepada Biro Travel berinisial EG yang memberangkatnya. Biro ini bekerja sama dengan Yayasan AH yang berkantor di Surabaya dengan janji paket haji khusus (ONH Plus).
Ketika ia hendak pulang bersama suaminya pada 28 Agustus, ia tidak diizinkan keluar di Bandara Jeddah dan dituduh melanggar keimigrasian, yaitu dilaporkan kabur oleh penjaminnya dan diwajibkan mengurus dokumen exitnya di Pusat Karantina Imigrasi (Tarhil) di Syamaisi.
Meski ia sempat menunaikan ibadah haji, namun ia diwajibkan membayar denda sebesar 15 ribu riyal (sekitar Rp55 juta) untuk bisa pulang ke Tanah Air karena kedapatan melakukan ibadah haji tanpa tasrekh (surat izin haji dari Pemerintah Saudi).
Biaya denda tersebut akhirnya ditanggung oleh biro yang memberangkatkan dan ia pun bisa kembali ke Tanah Air pada 5 September setelah memperoleh exit permit.
Ia mengaku tidak tahu risiko berhaji dengan visa ziarah karena di visa tersebut tertulis dalam bahasa Arab yang dia tidak mengerti artinya.
Sementara itu, jamaah berinisial FDW diberangkatkan oleh Biro Perjalanan Mubina pada 14 Agustus dengan rute penerbangan Jakarta-Singapura- Colombo-Riyadh-Jeddah bersama rombongan yang berjumlah 12 orang.
Kepada Biro Travel, pria asal Palembang ini mengaku menyetor uang senilai Rp150 juta untuk berangkat haji dengan janji paket haji ONH Plus.
Saat hendak pulang pada 7 September silam, FDW tertahan di bagian Imigrasi Bandara King Abdulaziz Jeddah karena ia ternyata masuk ke Arab Saudi menggunakan visa amal (kerja) dengan profesi sebagai tukang cat bangunan.
Rekan jamaah lainnya dalam satu rombongan telah berhasil meninggalkan Arab Saudi karena diberangkatkan dengan visa ziarah (kunjungan), sementara dia diberangkatkan dengan visa amal(kerja) yang wajib berbekal visa final exit bila hendak meninggalkan Arab Saudi.
Visa tersebut harus diurus penjamin, yaitu Perusahaan Basyayir Mahla Al Harbi.
KJRI Jeddah akhirnya menghubungi biro travel yang memberangkatkan FDW dan mendesaknya agar segera mengontak penjamin FDW di Arab Saudi untuk mengurus exit visa-nya. Dia akhirnya bisa pulang ke Tanah Air pada 10 September.
“Meskipun biro travel bertanggung jawab, menanggung biaya hidup jamaahnya selama tertahan di Jeddah sampai dapat exit, tetap saja berangkat haji dengan jalur seperti ini pelanggaran,” ujar Koordinator Perlindungan Warga (KPW) KJRI Jeddah Safaat Ghofur.
Saat masuk ke Arab Saudi, tambah Ghofur, visa yang selain visa haji akan distempel ghairu soleh Lil Haj (Not Valid for Hajj) oleh petugas imigrasi saat tiba di bandara kedatangan. Artinya, visa tersebut tidak berlaku untuk menunaikan ibadah haji.
“Ini pelanggaran dan berpotensi menyulitkan calon jamaah saat diketahui ada ketidakcocokan visa yang digunakan dengan pelaksanaan hajinya,” imbuh KPW.
Konsul Jenderal (Konjen) RI Jeddah, Mohamad Hery Saripudin, mengimbau masyarakat yang hendak menunaikan ibadah haji agar menempuh jalur resmi sehingga terhindar dari masalah hukum dan dapat menjalani prosesi ibadah dengan khusyu dan aman.
“Pastikan kepada biro travel bahwa Anda benar-benar diberangkatkan dengan visa haji, bukan lainnya. Kalau perlu sebelum menyetor dana, buat surat perjanjian resmi agar bisa mengajukan penuntutan hukum, bila ternyata di kemudian hari ditemukan ada unsur penipuan,” tegas Konjen RI di Jeddah.[IZ]