JAKARTA, (Panjimas.com) — Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera menyesalkan keluarnya putusan Mahkamah Agung (MA) terkait mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2019. Putusan itu membuka peluang eks narapidana korupsi mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Saya sangat menyayangkan MA telah memutuskan uji materi pasal ini, tetapi kita harus tetap menghormati hasil keputusan,” pungkas Mardani Ali Sera dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Sabtu (15/09).
Mardani mengatakan Ia menghormati sikap MA yang telah memutuskan uji materi Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, Pasal 4 ayat (3) tehadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu) pada Kamis (13/9). Wakil Ketua Komisi II DPR itu mengatakan bahwa pembahasan PKPU itu sudah melalui proses di DPR dan akhirnya disepakati.
“Komisi II DPR RI mendukung peraturan itu sebagai upaya dan semangat pemberantasan korupsi,” ujarnya, dikutip dari Antara.
Mardani Ali Sera menilai PKPU itu sudah “pada jalurnya” dalam upaya menghasilkan pemilu yang berkualitas. Ia mengatakan peraturan tersebut menjadi langkah preventif dalam upaya menghasilkan pemilu yang berkualitas.
Selain itu, Ia juga memuji langkah Komisi Pemilihan Umum (KPU) setelah putusan MA yang langsung meminta agar seluruh partai tidak mencalonkan mantan narapidana korupsi.
Mardani mengatakan partainya sangat mendukung mantan narapidana koruptor, bandar narkoba dan kejahatan seksual terhadap anak tidak dicalonkan sebagai anggota legislatif.
Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) melalui putusan uji materi Peraturan KPU No. 20 Tahun 2018 menyatakan mantan narapidana kasus tindak pidana korupsi diperbolehkan untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
“Uji materi tersebut sudah diputus dan dikabulkan oleh MA,” ujar Juru Bicara MA Suhadi ketika dihubungi di Jakarta, Jumat (14/09).
Uji materi terkait larangan mantan narapidana kasus korupsi, bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak untuk menjadi bakal calon anggota legislatif (bacaleg) dalam Pemilu 2019 sudah diputus oleh MA pada Kamis (13/9).
“Jadi, pasal yang diujikan itu sekarang sudah tidak berlaku lagi,” jelas Suhadi.
Dalam pertimbangannya, MA menyatakan bahwa ketentuan yang digugat oleh para pemohon bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, yaitu UU 7/2017 (UU Pemilu).
Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa mantan terpidana kasus korupsi diperbolehkan mencalonkan diri sebagai anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota asalkan memenuhi beberapa persyaratan.[IZ]