SURABAYA (Panjimas.com) – Inna lillah wa Inna ilaihi roji’un. Umat Islam Indonesia kehilangan seorang tokoh Ulama terbaik Jawa Timur KH Muhammad Ma’sum pendiri sekaligus pengasuh pondok pensantren Al Ishlah Bondowoso, Jawa Timur. Ia dikabarkan meninggal dunia tadi siang di Rumah Sakit Siloam, Surabaya, Kamis (13/9/2018) siang, Pukul 14.30 WIB.
Kabar duka ini didapat dari Ketua Umum Kadin Jawa Timur, La Nyalla Mahmud Mattalitti “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, telah berpulang kerahmatullah guru kita semua Kyai Ma’shum Bondowoso di RS Siloan siang ini. Rohimahullah rahmatal-abror..” kata La Nyalla lewat pesan WhatsApp, Kamis (13/9/2018) sore ini.
KH Muhammad Ma’sum Bondowoso adalah sosok pejuang muslim yang gigih dan pantang menyerah. Dalam rangkaian Aksi Bela Islam 212 dan 412, beliau selalu hadir, meski kondisi kesehatannya tak begitu baik. Bahkan, terakhir, dalam Ijitima Ulama I yang digelar GNPF-Ulama, beliau hadir dengan kursi roda dan tubuh yang terinfus.
Masih segar dalam ingatan, kata-kata yang kerap dilontarkan KH Muhammad Ma’sum setiap orasi Aksi Bela Islam dan kesempatan menyampaikan sambutan. “Lebih baik mati di medan tempur daripada mati di atas kasur. Hidup Mulia atau mati Syahid.”
Sebelumnya La Nyalla bersama Gubernur Jatim terpilih Khofifah Indar Parawansa menjenguk KH. Muhammad Ma’shum, yang terbaring sakit di rumah sakit Siloam Surabaya, Sabtu kemarin (8/9/2018).
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur, sekaligus calon DPD RI Dapil Jatim Ir. H. La Nyalla Mahmud Mattalitti yang mendapingi Khofifah menjenguk KH. Muhammad Ma’shum. mengemukakan, saat menjenguk pendiri dan pengasuh Pondok Pesantren Al Ishlah, Bondowoso tersebut, dirinya melihat kondisi KH. Muhammad Ma’shum, masih terbaring lemas.
“Beliau adalah seorang Ulama atau kiai yang aktif dalam kegiatan 212 yang selalu mengajak seluruh umat Islam pada khususnya dan seluruh elemen bangsa pada umumnya, untuk menyegarkan kembali wacana pentingnya mempererat silaturahim dan tali persaudaraan. Yaitu, dalam wujud Ishlah Nasional, baik antar umat Islam sendiri maupun persaudaraan kebangsaan,” ungkap La Nyalla.
Berjuang Melawan Penyakit
KH. Muhammad Ma’shum adalah seorang pendiri dan pengasuh salah satu pesantren terbesar di Bondowoso, Pondok Pesantren (PP) Al Ishlah. Pada mulanya, beliau hanya mengasuh tiga santri dengan sistem pendidikan tradisional, dengan tempat sebuah masjid yang dibangun oleh masyarakat sekitar. Tak heran, dengan sedikitnya santri yang diasuh pada waktu itu, orang lain sering mencemoohnya dengan sebutan yang tidak pantas.
Berangkat dari keluarga yang sederhana, KH. Muhammad Ma’shum tidak menjadi pesimis. Beliau selalu berusaha menjadi orang yang mandiri serta selalu memberikan manfaat kepada orang lain. Hadits yang selalu menjadi pegangan beliau hingga dijadikan slogan Pondok Pesantren Al Ishlah yaitu “Khairunnas Anfa’uhum Linnas” Sebaik-baik manusia ialah yang bermanfaat kepada orang lain.
Dari perjuangannya, KH. Muhammad Ma’shum berhasil menyulap pesantren kecil menjadi sebuah Pondok Pesantren besar dan tersohor hingga keluar Negara. Terbukti beliau selalu mengadakan kerja sama dalam urusan pesantren dengan negara luar, seperti Malaysia, Singapura. Selain menjadi pengasuh pesantren Al Ishlah Bondowoso, beliau juga aktif dalam urusan Kenegaraan maupun kemasyarakatan. Beliau juga menjadi Ketua umum Forum Komunikasi Panti Penerima Bantuan Yayasan Dharmais (FKPPBD) Propinsi Jawa Timur.
Disela-sela kesibukannya, KH. Muhammad Ma’shum masih tetap selalu memberikan nasehat-nasehatnya kepada santrinya. Dan tak lupa juga, KH. Muhammad Ma’shum memberikan pendidikan gratis (Beasiswa) bagi orang yang tidak mampu. Bahkan sebagian besar santrinya menempuh pendidikan di Pesantren berangkat dari beasiswa.
Meski hidup dengan satu ginjal, divonis oleh dokter bahwa kangker yang dialaminya mencapai tingkat ganas, batuk darah setiap hari sampai enam puluh kali sehari. KH. Muhammad Ma’shum tidak pernah takut dengan semua itu, beliau masih memberikan nasehat-nasehat pada saat pertemuan alumni kemarin.
Dengan penyakit kangker ganas yang terus menjalar, beliau tetap terus mejalankan tugas-tugas dan kewajibannya. Karena prinsip hidupnya adalah Hidup Hanya Satu Kali Hiduplah Yang Berarti, Untuk Apa Takut Mati Pada Ahirnya Juga Tetap Mati, Jadilah Manusia Yang Berarti.